Foto; Wahyudi El Panggabean
“Alam selalu mampu memenuhi kebutuhan manusia, tetapi tidak mampu mencukupi keserakahannya.”
Tintajurnalisnews.co.id -Riau, daerah yang dikenal kaya akan sumber daya alam, kini menjadi sorotan. Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Anthoni, bersama Kejaksaan Agung (Kejagung), berjanji akan mengusut tuntas kebun sawit ilegal yang mencapai 1,8 juta hektare. Langkah ini menjadi ujian besar bagi komitmen pemerintah dalam memberantas mafia sawit dan melindungi hutan negara.
Dalam pernyataannya pada 1 November lalu, Menhut dengan tegas menyatakan, “Saya dan Kejagung akan mengusut semua kebun sawit ilegal.” Pernyataan ini memberikan harapan baru bagi masyarakat Riau yang selama ini menjadi saksi eksploitasi besar-besaran kekayaan alam mereka.
Dampak dan Ancaman Hukuman
Kebun sawit ilegal di Riau telah merugikan negara dalam skala besar, baik secara ekonomi maupun ekologi. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pelaku yang menguasai hutan negara tanpa izin terancam hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimum Rp7,5 miliar.
Namun, ancaman hukum ini belum cukup membuat jera. Para pelaku masih menggunakan berbagai modus manipulatif untuk mengelabui hukum, termasuk mendirikan kelompok tani palsu dengan memanfaatkan data identitas warga sekitar.
Modus Operandi
Modus operandi para pelaku terbilang rapi. Mereka memanfaatkan ratusan salinan KTP warga untuk membentuk kelompok tani fiktif. Dengan cara ini, mereka dapat membuka lahan secara ilegal tanpa terendus aparat. Aktivitas seperti ini semakin memperburuk ketimpangan sosial di Riau, dengan sebagian besar keuntungan hanya dinikmati segelintir pihak.
Di Riau, luas kebun sawit ilegal bahkan telah melampaui setengah dari total area perkebunan sawit yang mencapai 3,5 juta hektare. Ini menunjukkan betapa masifnya masalah ini, sementara masyarakat miskin di Riau—yang berjumlah sekitar 120 ribu kepala keluarga (KK)—hanya menjadi penonton atas eksploitasi tersebut.
Solusi yang Ditunggu
Jika pemerintah benar-benar serius, kebun sawit ilegal ini bisa disita dan dialokasikan untuk masyarakat miskin. Berdasarkan data BPS Riau 2023, jika seluruh kebun ilegal dibagi rata, setiap KK miskin di Riau dapat memiliki 16 hektare kebun sawit. Namun, hal ini masih sebatas imajinasi, seperti keberadaan Satgas Penertiban Sawit Ilegal yang dibentuk Gubernur Riau lima tahun lalu, yang hingga kini tidak menunjukkan hasil konkret.
Harapan pada Komitmen Menhut dan Kejagung
Meski janji Menhut dan Kejagung memberikan secercah harapan, perjalanan mengusut kebun sawit ilegal tidak akan mudah. Tantangan datang dari berbagai arah, mulai dari mafia sawit, birokrasi yang rawan korupsi, hingga kompleksitas hukum.
Namun, langkah ini harus dimulai. Tidak hanya untuk menyelamatkan hutan Riau, tetapi juga untuk mengembalikan hak masyarakat yang selama ini termarginalkan. Karena seperti kata pepatah lama, “Hanya perlu rakyat, saat pergi berburu.”
Kini, masyarakat menanti: akankah janji ini terwujud, atau hanya menjadi retorika lain yang menguap di tengah derasnya angin politik?
Oleh: Wahyudi El Panggabean
Editor: YD