Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri
TintaJurnalisNews –Mantan Direktur Umum PT Pertamina (Persero) periode 2012-2014, Luhur Budi Djatmiko, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pembelian tanah di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Penetapan ini dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri setelah penyidik menemukan bukti-bukti yang dianggap cukup kuat.
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Arief Adiharsa, menyatakan bahwa penetapan tersangka dilakukan usai gelar perkara pada Selasa, 5 November 2024.
“Penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri telah sepakat untuk menetapkan saudara LBD (Luhur Budi Djatmiko) sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi terkait pembelian tanah di Kuningan,” ujar Kombes Arief dalam konferensi persnya pada Rabu (6/11).
Kronologi Kasus: Pembelian Tanah untuk Gedung Pertamina Energy Tower;
Kasus ini bermula dari pembelian empat lot tanah seluas 48.279 meter persegi di kawasan Rasuna Epicentrum, Kuningan, yang dilakukan oleh PT Pertamina antara tahun 2013 dan 2014. Harga pembelian ditetapkan sebesar Rp 35 juta per meter persegi dengan nilai total transaksi mencapai Rp 1,6 triliun, belum termasuk pajak dan biaya Notaris-PPAT.
Tanah tersebut rencananya akan digunakan untuk proyek Gedung Pertamina Energy Tower yang diperuntukkan sebagai pusat perkantoran Pertamina dan anak perusahaannya.
Namun, dalam pelaksanaan transaksi tersebut, diduga terjadi pelanggaran prosedur dan hukum. Penyidik mendapati indikasi penyimpangan yang melibatkan perbuatan melawan hukum terkait proses pembelian ini.
“Dalam proses pembelian tanah, diduga ada tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku,” ungkap Kombes Arief.
Kerugian Negara Rp 348,7 Miliar;
Hasil investigasi lebih lanjut menunjukkan bahwa transaksi tanah ini mengakibatkan kerugian negara yang signifikan, mencapai Rp 348,7 miliar. Penyidik telah memeriksa 84 saksi, termasuk notaris dan PPAT yang terlibat, serta lima ahli hukum dan administrasi negara.
Selain itu, 612 dokumen terkait transaksi ini telah disita untuk memperkuat pembuktian kasus. “Dari hasil pengukuran dan survei lapangan, serta pemeriksaan terhadap aset terkait, kami menemukan bukti adanya dugaan tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 348,7 miliar,” tambah Kombes Arief.
Luhur Budi Djatmiko kini dihadapkan pada Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Jika terbukti bersalah, ia terancam hukuman penjara yang berat.
Komitmen untuk Penegakan Hukum yang Transparan;
Kasus ini menarik perhatian publik mengingat posisi Luhur sebagai pejabat tinggi BUMN. Penetapan tersangka terhadap dirinya diharapkan dapat menjadi langkah tegas dalam upaya pemberantasan korupsi di lingkungan BUMN. Masyarakat berharap proses hukum dapat berlangsung transparan dan memberikan efek jera, mengingat dampak besar yang ditimbulkan pada aset negara.(*)