Warga Tanjung Uma Tolak Keras Pembangunan di Lahan RTH Central Park, BP Batam Didesak Cabut Revisi Fatwa Planologi

Lokasi Pembangunan

TINTAJURNALISNEWS —Rencana pembangunan oleh PT Bangun Makmur Sejati di Komplek Ruko Central Park, Kelurahan Tanjung Uma, Kecamatan Lubuk Baja, Kota Batam, memicu penolakan keras dari warga. Lahan yang hendak dibangun tersebut diduga merupakan fasilitas umum (fasum) dan ruang terbuka hijau (RTH), yang selama ini menjadi area resapan dan paru-paru lingkungan bagi masyarakat sekitar.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai media, pada Rabu (25/6/2025), tampak sejumlah pekerja mulai memasang pagar seng berwarna biru di lokasi. Namun aksi tersebut segera mendapat reaksi keras dari warga yang menilai proyek pembangunan ini menyalahi fungsi tata ruang dan mengancam hak hidup mereka atas lingkungan yang sehat.

“Ini lahan ruang hijau, bukan untuk bangunan. Kalau dibangun, di mana lagi kami bisa menikmati ruang terbuka? Kami menolak keras,” ujar salah satu warga yang bermukim di sekitar lokasi.

Situasi sempat memanas hingga akhirnya warga meminta para pekerja menghentikan aktivitas dan membongkar pagar seng yang sempat berdiri. Respons para pekerja yang langsung menghentikan aktivitas pembangunan disambut dengan rasa lega oleh warga.

Ketua Umum LSM Aliansi Ormas Peduli Kepri, Ismail, kepada sejumlah media menuturkan bahwa proyek pembangunan tersebut bermula dari adanya revisi Fatwa Planologi yang dikeluarkan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam. Revisi itu, kata dia, ditandatangani oleh seorang pejabat BP Batam bernama Fresley di masa akhir jabatannya.

“Revisi ini mengubah total peruntukan lahan. Awalnya untuk fasum dan RTH, kini menjadi kawasan komersial. Ini jelas tidak sesuai dengan aturan tata ruang yang berlaku,” tegas Ismail.

Ia menjelaskan bahwa dalam regulasi sebelumnya, hanya 60–70 persen dari total lahan yang diperbolehkan untuk dibangun. Selebihnya wajib dialokasikan untuk RTH dan fasilitas publik. Menurutnya, jika pembangunan dipaksakan, maka bukan hanya melanggar ketentuan teknis, namun juga menabrak prinsip keadilan bagi masyarakat yang sudah lama tinggal dan berusaha di kawasan tersebut.

“Ini bukan sekadar bangunan. Ini tentang hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat dan tata ruang yang berpihak kepada publik,” sambungnya.

Alih fungsi lahan ini juga dikhawatirkan akan berdampak negatif secara jangka panjang. Selain berkurangnya kualitas udara dan meningkatnya risiko banjir, potensi penurunan nilai properti juga menjadi kekhawatiran serius bagi para pemilik ruko dan penghuni sekitar.

Tak sedikit warga yang mengancam akan menempuh jalur hukum apabila BP Batam tidak mencabut revisi tersebut. Mereka menilai keputusan ini lebih memihak kepada kepentingan pengembang daripada kepentingan publik. “Kalau revisi ini tidak dicabut, kami siap menggugat. Ini bentuk pengabaian terhadap keadilan sosial,” tegas salah satu perwakilan warga.

Ismail menambahkan bahwa sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), minimal 30 persen dari sebuah kawasan harus diperuntukkan sebagai RTH. Bila pembangunan ini dilanjutkan, maka Komplek Central Park dikhawatirkan akan kehilangan salah satu elemen vital dalam sistem lingkungan kota. “Kami mendesak BP Batam untuk segera mencabut revisi Fatwa Planologi ini dan mengembalikan fungsi lahan sebagaimana mestinya,” tutup Ismail.

Tinta Jurnalis News akan terus memantau perkembangan kasus ini dan masih berupaya melakukan konfirmasi lebih lanjut kepada pihak BP Batam dan PT Bangun Makmur Sejati.

Sumber: AU/TIM