Ilustrasi Tinta Jurnalis News
TINTAJURNALISNEWS –Kepulauan Riau (Kepri), yang dikenal dengan kekayaan alamnya, pernah menjadi pusat eksploitasi bauksit terbesar di Indonesia. Kejayaan tambang bauksit Kepri yang terletak di Kijang, Kabupaten Bintan, dimulai pada awal abad ke-20. Namun, di balik keberhasilan tersebut, ada sebuah sejarah kelam yang tidak dapat dipisahkan dari korupsi, kerusakan lingkungan, dan dampak sosial yang hingga kini masih terasa.
Awal Mula Tambang Bauksit di Kepri
Sejarah tambang bauksit di Kepri dimulai sejak tahun 1935, ketika perusahaan Belanda Nederlandsch Indische Bauxiet Exploitatie Maatschappij (NIBE) membuka kegiatan tambang di Kijang. Aktivitas ini berlangsung hingga Indonesia merdeka, dan pada 1968, PT Aneka Tambang (ANTAM) mengambil alih operasional tambang tersebut. Sepanjang lebih dari 40 tahun, ANTAM menjadi pemain utama dalam sektor tambang bauksit Indonesia, memproduksi bahan mentah yang sangat dibutuhkan untuk industri aluminium global.
Namun, pada tahun 2009, ANTAM mulai menghentikan sebagian besar kegiatan tambang mereka di Kijang. Pada tahun 2013, seluruh operasional tambang bauksit di daerah tersebut dihentikan secara resmi. Keputusan ini diambil karena dampak lingkungan yang semakin parah, dengan lahan yang tercemar dan kerusakan ekosistem yang sulit dipulihkan. Meskipun demikian, penghentian tersebut tidak lantas membawa perubahan positif pada kondisi lingkungan yang telah rusak.
Kerusakan Lingkungan dan Keterlambatan Reklamasi
Pasca-penutupan tambang, kerusakan yang ditinggalkan oleh aktivitas penambangan masih sangat jelas terlihat hingga hari ini. Lubang-lubang bekas galian tambang yang tidak direklamasi dengan baik menganga luas, mengancam keberlangsungan kehidupan alam sekitar. Tanah tandus, kehilangan keanekaragaman hayati, serta pencemaran air adalah beberapa akibat yang dialami oleh masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi tambang.
Beberapa tahun setelah penutupan tambang, bekas-bekasnya masih membebani masyarakat sekitar. Air yang tercemar akibat limbah tambang mengalir ke saluran-saluran utama yang digunakan warga untuk keperluan sehari-hari. Pihak berwenang mengakui bahwa proses reklamasi sangat terlambat dan bahkan banyak yang tidak dilakukan sesuai dengan standar yang ada. Sementara itu, masyarakat terus berjuang untuk memperbaiki dan memulihkan lahan-lahan yang rusak.
Skandal Korupsi: Kejatuhan Pejabat dan Pengusaha
Selain dampak lingkungan yang merugikan, tambang bauksit Kepri juga menjadi pusat skandal korupsi besar yang mengguncang dunia pertambangan Indonesia. Pada tahun 2018 hingga 2019, Kejaksaan Tinggi Kepri mengungkap jaringan korupsi yang terlibat dalam penerbitan izin usaha pertambangan (IUP-OP) di Kabupaten Bintan. Kasus ini melibatkan pejabat-pejabat dinas, pengusaha tambang, hingga oknum-oknum lainnya yang memanfaatkan posisi mereka untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Sebanyak 12 orang, termasuk pejabat tinggi dan pengusaha, dijerat hukum dalam kasus ini. Di antara mereka, yang paling menonjol adalah:
- Amjon, mantan Kepala Dinas ESDM Kepri, yang divonis 12 tahun penjara dan denda miliaran rupiah karena terbukti menyalahgunakan kewenangan untuk menerbitkan izin tambang ilegal.
- Azman Taufik, mantan Kepala Dinas PMPTSP Kepri, yang dihukum 9 tahun penjara atas tuduhan serupa.
- Bobby Stya Kifana dan Wahyu Budi, dua pengusaha yang diduga bermain dalam praktek suap dan manipulasi izin, divonis 6 tahun penjara dengan kewajiban mengganti kerugian negara.
- Harry E. Malonda dan Sugeng, pengurus koperasi tambang yang turut terlibat dalam pemalsuan dokumen, dijatuhi hukuman 5,5 tahun penjara.
Modus utama dalam kasus ini adalah manipulasi izin usaha pertambangan yang dikeluarkan tanpa prosedur yang sah, penggelembungan data, serta penambahan lokasi tambang di luar kawasan yang seharusnya diperuntukkan. Kasus ini menambah panjang daftar skandal yang melibatkan sektor pertambangan di Indonesia, mengungkap ketidakberesan yang merugikan negara dan masyarakat.
Dampak Sosial dan Ekonomi Bagi Masyarakat
Masyarakat sekitar tambang bauksit Kepri turut merasakan dampak dari kegiatan pertambangan yang tak terkendali ini. Sejumlah warga yang menggantungkan hidupnya pada pertanian dan perikanan harus merelakan mata pencaharian mereka terganggu akibat kerusakan alam. Bahkan, beberapa kelompok masyarakat mendesak agar pihak berwenang segera melakukan pemulihan kawasan yang rusak, sekaligus memastikan tidak ada lagi penyalahgunaan izin tambang yang merugikan mereka.
Selain itu, masalah kemiskinan dan pengangguran di sekitar kawasan tambang menjadi isu yang terus bergulir. Banyak dari mereka yang semula berharap pada tambang sebagai sumber pendapatan, kini harus berjuang lebih keras untuk mencari penghidupan yang layak setelah penutupan tambang.
Pelajaran Berharga untuk Masa Depan
Sejarah tambang bauksit di Kepri memberikan pelajaran penting bagi semua pihak terkait, terutama dalam hal pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Dari skandal korupsi yang melibatkan pejabat dan pengusaha, hingga kerusakan alam yang ditinggalkan oleh pertambangan, kejadian ini harus menjadi pengingat bagi pemerintah dan masyarakat bahwa kemajuan tidak boleh mengabaikan kelestarian lingkungan.
Pemerintah diharapkan untuk lebih memperketat pengawasan terhadap aktivitas pertambangan, baik yang sudah ada maupun yang baru, serta memastikan bahwa seluruh izin yang diberikan benar-benar memperhatikan keseimbangan ekologi. Sementara itu, masyarakat perlu dilibatkan dalam setiap langkah pemulihan dan reklamasi lahan tambang agar mereka bisa merasakan manfaat langsung dari upaya pemulihan tersebut.