Kontroversi Kepemilikan Lahan dan Tekanan Perusahaan Terungkap: Ketua L-KPK Kepri Prihatin dalam Sidang Gugatan PT Expasindo Raya dan PT Bintan Properti

Sidang di Pengadilan negeri Tanjungpinang.(Foto: L.KPK Kepri)

TintaJurnalisNews -Sidang lanjutan kasus perdata yang melibatkan PT Expasindo Raya dan PT Bintan Properti Indo di Pengadilan Negeri Tanjungpinang kembali mengungkap fakta-fakta mengejutkan terkait dugaan tumpang tindih kepemilikan lahan seluas 112 hektar.

Dikutip dari berbagai sumber, persidangan ini, tiga saksi dihadirkan, yaitu Hasan, Ridwan, dan Budiman, yang berbagi pengalaman dan tekanan yang mereka hadapi terkait konflik lahan tersebut.

Saksi pertama, Ridwan, menyatakan bahwa pada tahun 2013 ia belum mengetahui lahan tersebut sebagai milik perusahaan karena tidak ada tanda atau plang yang menunjukkan kepemilikan.

Pada tahun 2014, PT Expasindo mendadak muncul untuk mempertanyakan kepemilikan lahan dan merencanakan pengukuran ulang. Ridwan menyebutkan bahwa koordinasi dengan aparat setempat telah dilakukan untuk membuat surat kepemilikan

Namun hingga tahun 2018, perusahaan tidak melakukan aktivitas di lahan tersebut, membuat warga menganggapnya sebagai tanah negara dan mulai menggarapnya.

“Masyarakat setempat menggarap lahan karena tidak ada klaim kepemilikan yang terlihat,” ujar Ridwan. Ia juga mengaku mengalami tekanan dari pihak perusahaan yang mengancam akan membawa kasus ini ke ranah hukum.

Hasan, saksi kedua yang saat itu menjabat sebagai Camat, menyampaikan bahwa ia telah memproses seluruh berkas administrasi sesuai prosedur yang berlaku.

Hasan mengungkapkan rasa kecewanya karena meskipun telah berupaya memediasi antara perusahaan dan warga, ia harus menghadapi masalah hukum dan berstatus tersangka.

“Akibat permasalahan ini saya ditahan, dan hingga kini status saya masih sebagai tersangka,” ungkapnya, mencerminkan kompleksitas dan tekanan yang dialami oleh para pejabat yang terlibat dalam sengketa lahan ini.

Budiman, saksi ketiga yang berperan sebagai juru ukur, menegaskan bahwa ia hanya menjalankan tugas pengukuran tanpa keterlibatan dalam konflik lebih lanjut.

Kuasa hukum penggugat, Dharma Parlindungan, melalui Hendy Davitra, menyatakan bahwa kliennya memiliki bukti kepemilikan sah atas lahan tersebut dari Restian Rauf.

Namun, Hendy mengungkapkan sejumlah kejanggalan, termasuk adanya tekanan terhadap saksi-saksi. Menurutnya, upaya pengembalian dana pembelian lahan oleh kliennya tidak pernah diwujudkan.

Sementara itu, Lucky Omega Hasan, kuasa hukum dari PT Expasindo Raya dan PT Bintan Properti Indo, menyoroti adanya cacat formil dalam dokumen kepemilikan penggugat.

Ia menjelaskan perbedaan objek lahan dalam dokumen, yang menurutnya membuktikan ketidakabsahan klaim kepemilikan penggugat.

Keprihatinan dan Harapan Ketua L-KPK Kepri Kennedy Sihombing;

Ketua L-KPK Kepri, Kennedy Sihombing, mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait situasi yang dihadapi masyarakat dan pejabat dalam sengketa lahan ini.

“Kami sangat prihatin dengan tekanan yang dialami oleh saksi-saksi dan pejabat yang berusaha memediasi. Ini mencerminkan perlunya perlindungan bagi individu yang berjuang untuk keadilan,” ujarnya.

Ia menegaskan pentingnya transparansi dan keadilan dalam proses hukum serta menyerukan semua pihak untuk menjunjung tinggi prinsip-prinsip etika dan integritas.

“Kami berharap kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan transparan, sehingga masyarakat dapat memperoleh keadilan yang seharusnya mereka dapatkan,” tutupnya.

(Edo Jurnalis)