kelurahan Tanjung unggat
TintaJurnalisNews -Riuh reda perwako yang belakangan menjadi buah bibir terkhusus di kelurahan Tanjung unggat, Kecamatan Bukit Bestari dan secara global dikota Gurindam akhirnya berbuntut panjang. Tak rela hak pilihnya dikebiri dengan tameng perwako. belasan warga RT 8/RW 3 Tanjung unggat datangi kantor lurah Tanjung unggat, Jumat (9/8/24).
Warga yang terdiri dari kaum perempuan dan laki-laki itu diterima langsung oleh lurah Tanjung unggat Muhammad Ishak.
Pasalnya mereka yang tidak lagi berdiam di RT 8 tidak diperbolehkan untuk turut serta memilih RT. Kendati mereka masih memiliki KTP maupun KK beralamat RT 8 atau masih berdiam di kelurahan Tanjung Unggat.
Ada pun kehadiran belasan warga ini menuntut agar hak pilihnya sebagai warga RT 8 diberikan seperti warga RT lain yang bisa memilih ketua RT yang mereka inginkan memimpin mereka.
Nona, salah seorang yang turut serta dalam aksi protes itu sangat menyayangkan perwako diumbar-umbar atau dijadikan senjata mengkebiri hak warga. “Saya masih KTP dan KK RT 8, saya pindah ke GG Waru, tidak jauh dari RT 8. Saya masih sewa, tidak tahu sampai kapan bertahan menyewa. Wajarlah kami belum mengurus surat pindah”, tukas ya kesal.
Yang membuatnya tidak habis pikir perwako tersebut muncul karna adanya penolakan dari seorang calon RT Syahrizal, yang keberatan warga diluar/ tidak berdomisili di RT 8. “Kalau takut bersaing dengan kompetitor lain tidak usah mencalonkan diri”, ketusnya lagi.
Ia juga menyesalkan sikap lurah Ishak yang tidak bisa memberi solusi dan tetap mempertahankan Perwako. Walaupun di RT lainnya sudah selesai pemilihan RT dan tidak pernah mengacu pada perwako.
“Kalo memang aturan mengapa hanya berlaku untuk RT 8 ? RT lain, Warganya yang berdomisili diluar RT pemilihan bisa kok memilih sepanjang masih KTP setempat. Ini sangat aneh”, gusarnya.
Begitupun yang disebutkan Niko, ia sangat kecewa perwako yang disebut-sebut menjadikan mereka sebagai warga tidak boleh memilih hanya karena seorang calon yang bernama Syahrizal. “Kami tidak mau menjadi warga liar ditempat kami sendiri dengan tidak diakui hak pilihnya”, katanya lirih.
Iwan pun tak kalah kecewa dengan penerapan perwako yang hanya dilakukan di Wilayah RT pemilihannya. “Apa salahnya dengan kami warga yang tidak berdiam di RT 8, kan kami masih tinggal didalam wilayah kelurahan Tanjung unggat,kami masih warga setempat. Harusnya dari pemilu kemarin kami disosialisasikan terkait ini. Sudah seperti ini, muncul perwako, aneh”, ungkapnya.
Ditengah ketenangan soal perwako itu muncullah intelkam dari Polsek bukit Bestari dan juga Babinkantibmas Tanjung Unggat. Rasmudi yang meminta untuk bubar. Bahkan kehadiran tim Polsek Bukit Bestari ini cukup banyak. Ada yang berseragam dinas ada yang berpakaian olahraga.
Ishak sendiri membantah disebut tidak menanggapi laporan warga. “Setiap laporan akan kami tetap tanggapi,” singkatnya.
Adu argumentasi tersebut Ishak menetapkan tetap berpegang pada Perwako.Tidak ada kebijakan lurah disitu “Bukan saya yang menolak, tetapi aturan yang menolak” tegasnya.
Ada yang menarik dari pertemuan tersebut. Meski warga yang datang hanya belasan namun adu argumen yang cukup Menegangkan tidak terhindari. Mereka ditonton oleh pegawai kelurahan dibalik pintu. Namun begitu polisi turun mereka ikut keluar dari kantor.
Salah seorang kompetitor RT 8 pun turut menyesalkan kejadian ini. Karena saat rapat tanggal 17 Juli lalu warga yang tidak berdiam atau tinggal di dalam RT 8 boleh memilih selagi KK dan KTP ditempat.
“Saya pun tidak mengerti dengan perwako. Bagi saya masih mengambang, tidak ada bahasa bahwa yang tidak boleh memilih bagi yang tidak berdomisili di tempat. Pengertian saya, warga setempat itu ya yang tinggal di dalam kelurahan Tanjung Unggat”, pungkasnya.
Para warga ini juga merasa tidak puas dengan penjelasan yang disampaikan lurah Ishak. Bagi mereka selagi mereka masih NKRI mereka berhak memilih. “Kalau ada aturan disosialisasikan jangan sudah muncul masalah baru dibunyikan. Masa pun membubarkan diri setelah lelah bertegang urat leher.
Ignatius Toka Saly, pengamat hukum dan pemerintahan Kepri sangat menyayangkan munculnya persoalan Perwako tersebut. perwako ini saya pikir benar adanya ya, hanya sebenarnya saya tidak mendapatkan secara utuh. Kalau hanya lembaran yang ada lalu dengan poin-poin yang ada menurut saya benar adanya. adanya maksudnya disitu syarat untuk yang memilih adalah mereka yang punya identitas setempat artinya tidak ditekankan tentang domisili. tidak ada aturan yang mengatakan dilarang untuk yang domisili di luar tetapi punya identitas setempat. jadi kalau seperti ini tidak diatur akhirnya secara bebas tafsiran bebas. baik dari pejabat terkait maupun praktisi praktisi hukum yang kaitan dengan ini”, ujarnya.
Ditambahkannya, “saya pikir pejabat walikota ataupun nanti yang defenitif harus adakan revisi terhadap perilaku ini karena tidak mendidik warga untuk patuh pada hukum. Kita juga minta supaya pejabat di bawah walikota harus konsisten menjalankan ini menerapkan ini tidak boleh ada pemahaman penafsiran dengan kepentingan. pemerintah harus menjadi wasit untuk semua ketika pemerintah tidak menjadi wasit maka akan menjadi presden
saya berharap pejabat walikota sekarang mohon supaya melihat masalah ini. ini harus menjadi atensi jadi jangan tenang-tenang saja dan jangan anggap ini baik-baik saja atau hal sepele karena apa Karena RT RW adalah lokus pelayanan publik dari pemerintah setempat “, harapnya.(LM)