Sinkronisasi dan Integrasi Data Geospasial dengan Kawasan Hutan: Menteri Nusron Dorong Kolaborasi untuk Hindari Kesalahpahaman Batas

Foto di Kantor Kementerian Kehutanan

TintaJurnalisNews –Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan pentingnya kolaborasi antar-kementerian dalam sinkronisasi dan integrasi data geospasial. Hal ini disampaikan dalam rapat koordinasi (rakor) bersama Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, dan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG), Muh Aris Marfai, di Kantor Kementerian Kehutanan.

Rapat ini membahas upaya menciptakan kebijakan satu peta yang bertujuan menghindari kesalahpahaman terkait batas kawasan hutan dan wilayah administrasi pertanahan. Dalam paparannya, Menteri Nusron menekankan perlunya peta yang akurat untuk mendukung proses sertifikasi tanah secara tepat.

“Sinkronisasi ini sangat penting. Di sektor kehutanan, peta dan batas yang tepat dibutuhkan agar kawasan hutan tidak dirambah. Sebaliknya, kami di Kementerian ATR/BPN juga harus memastikan pegawai BPN tidak dikriminalisasi akibat kesalahan dalam pengukuran kawasan yang ternyata merupakan kawasan hutan,” ujar Nusron.

Arah Kebijakan Nasional

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menambahkan, upaya integrasi data ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto. “Presiden menekankan pentingnya menghilangkan ego sektoral dan hambatan antar-kementerian, serta mengatasi perbedaan data yang tumpang tindih,” jelas Raja Juli.

Proyek sinkronisasi data geospasial ini merupakan bagian dari Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) yang didukung oleh Bank Dunia. Program ini bertujuan mendorong implementasi kebijakan satu peta dengan melibatkan berbagai instansi, seperti BIG, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Dalam Negeri, dan kini juga Kementerian Kehutanan.

Dukungan Multisektor

Rapat turut dihadiri Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR), Virgo Eresta Jaya, serta pejabat tinggi dari Ditjen SPPR, Kementerian Kehutanan, dan BIG. Kolaborasi ini diharapkan dapat mempercepat penyelesaian masalah batas wilayah dan mendukung pembangunan nasional yang lebih terintegrasi.

Dengan sinergi yang kuat, pemerintah optimistis kebijakan satu peta dapat menjadi solusi untuk menghindari konflik agraria, menjaga kelestarian hutan, serta memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.