Ilustrasi Bisik-Bisik
Opini, TINTAJURNALISNEWS -Diam-diam terdengar. Bisik-bisik di sudut ruang, dari warung kopi hingga ruang rapat, perlahan tumbuh menjadi sorotan yang tak bisa dihindari. Topiknya beragam bantuan, proyek, kegiatan, hingga peluang-peluang tertentu. Tapi satu yang paling sering jadi pemicu: kue-nya tidak dibagi rata.
Kue, bukan dalam arti makanan, tapi sebagai simbol dari hasil, akses, dan keuntungan yang mestinya bisa dirasakan bersama. Sayangnya, dalam praktiknya, pembagian itu sering kali tak merata. Ada yang selalu lebih dulu mendapat, ada yang sekadar menunggu, dan ada pula yang tak dianggap sama sekali.
Yang lebih menyakitkan, semua dilakukan secara diam-diam. Tak ada penjelasan terbuka, tak jelas mekanisme, dan tak transparan siapa yang berhak serta siapa yang tersisih. Ini menciptakan kesan “pilih kasih” dan ruang ketidakpercayaan yang makin melebar.
Saat keadilan terasa berat sebelah dan tak ada ruang klarifikasi, maka bisik-bisik pun tumbuh jadi keresahan bersama. Bukan karena ingin gaduh, tapi karena diam tak lagi dianggap cukup. Ketika suara-suara kecil tak didengar, maka sorotan pun muncul dari berbagai arah.
Transparansi bukan sekadar pelengkap, tapi keharusan. Keadilan bukan hanya slogan, tapi fondasi utama agar setiap pihak merasa dihargai. Karena selama kue hanya dibagikan kepada yang “itu-itu saja”, maka percakapan-percakapan sunyi akan terus tumbuh dan mencari caranya sendiri untuk terdengar.