Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau
TintaJurnalisNews –Kasus kecelakaan lalu lintas yang merenggut nyawa seorang pengendara motor di Kabupaten Karimun akhirnya diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice). Keputusan penghentian penuntutan ini diambil setelah Kajati Kepri, Teguh Subroto, S.H., M.H., memaparkan kasus tersebut kepada Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (OHARDA) Kejaksaan Agung RI, Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H., dalam pertemuan virtual.
Kejaksaan Negeri Karimun sebelumnya menetapkan Supriyanto, seorang sopir truk, sebagai tersangka dalam kecelakaan yang terjadi pada 17 Juli 2024. Supriyanto diduga melanggar Pasal 310 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, setelah menabrak seorang pengendara motor bernama Marlina, yang kemudian meninggal dunia akibat luka serius.
Restorative Justice untuk Keadilan:
Kasi Penkum Kejati Kepri, Yusnar Yusuf, S.H., M.H., menjelaskan bahwa penghentian penuntutan ini dilakukan berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia No. 15 Tahun 2020 tentang Keadilan Restoratif. “Setelah ekspos perkara ini, Kajari Karimun akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang didasarkan pada prinsip restorative justice,” ungkapnya.
Ada enam faktor yang menjadi pertimbangan dalam penerapan keadilan restoratif, termasuk kelalaian sebagai dasar tindak pidana dan kesepakatan damai tanpa syarat antara keluarga korban dan tersangka. Tersangka yang belum pernah dihukum sebelumnya juga menjadi pertimbangan penting dalam keputusan ini.
Kronologi Kecelakaan:
Insiden nahas tersebut terjadi saat Supriyanto mengendarai truk dengan kecepatan lebih dari 60 km/jam di jalan menuju Pelabuhan Roro, Karimun. Saat mencoba menghindari seorang pengendara sepeda motor, Supriyanto gagal melakukan manuver dengan aman, tidak menyalakan sein, tidak membunyikan klakson, dan truk keluar jalur, menabrak Marlina hingga terlempar ke aspal. Marlina, seorang remaja 18 tahun, akhirnya meninggal dunia setelah menjalani perawatan di RSUD Muhammad Sani.
Keadilan Restoratif: Pemulihan, Bukan Pembalasan:
Kejaksaan menekankan bahwa penerapan keadilan restoratif bukanlah bentuk pengampunan bagi pelaku pidana, melainkan sebuah upaya untuk memulihkan keadaan dan mencapai keseimbangan antara hak korban dan pelaku. “Prinsip ini bertujuan menciptakan keadilan di tengah masyarakat tanpa harus melanjutkan perkara ke persidangan,” tegas Yusnar Yusuf.
Mekanisme keadilan restoratif diharapkan dapat menjadi solusi yang adil bagi masyarakat, terutama dalam menyelesaikan kasus-kasus yang melibatkan tindak pidana ringan, sehingga tidak ada lagi ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat kelas bawah.