JAM-Pidum Setujui Penghentian Penuntutan Deva Andriani Lewat Restorative Justice, Korban Polisi Maafkan

JAM-Pidum Kejaksaan Agung RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana

TINTAJURNALISNEWS -Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose virtual guna menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan mekanisme keadilan restoratif terhadap satu perkara dari Kejaksaan Negeri Prabumulih, Senin (21/4).

Perkara yang dimaksud melibatkan tersangka Deva Andriani binti Ahmad Nawawi yang disangka melanggar Pasal 220 KUHP tentang laporan palsu. Kasus ini bermula dari laporan kehilangan yang dibuat tersangka pada September 2024 lalu.

Tersangka mengaku bahwa saat melintas di Jl. Bukit Patih, Kelurahan Patih Galung, Kecamatan Prabumulih Barat, ia menjadi korban tindak kekerasan dan perampasan sepeda motor serta dompetnya oleh dua orang pria tak dikenal. Namun, setelah dilakukan penyelidikan oleh anggota Polri, Aiptu Sumardi, ditemukan sejumlah kejanggalan dalam laporan tersebut.

Pemeriksaan di tempat kejadian perkara tidak menemukan tanda-tanda peristiwa yang dilaporkan. Selain itu, saksi yang diajukan tersangka, yakni Dini Salpitri, mengaku diminta berbohong dan diberi imbalan uang sebesar Rp50.000 oleh tersangka.

Lebih lanjut, diketahui bahwa barang-barang milik tersangka sebenarnya tidak hilang sebagaimana yang dilaporkan, sementara sepeda motor Honda Beat milik tersangka diduga hilang di lokasi dan waktu berbeda dari yang tercantum dalam laporan.

Melihat kondisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Prabumulih, Khristiya Lutfiasandhi, S.H., M.H., bersama Kasi Pidum Mirsyah Rizal, S.H., dan jaksa fasilitator, mengusulkan penyelesaian perkara melalui pendekatan keadilan restoratif.

Dalam prosesnya, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya, serta menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada korban, Aiptu Sumardi. Korban pun menerima permintaan maaf tersebut dan menyatakan tidak keberatan apabila proses hukum dihentikan.

Menindaklanjuti hasil perdamaian tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Prabumulih mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Dr. Yulianto, S.H., M.H., yang kemudian menyetujui dan meneruskan permohonan ke JAM-Pidum.

Dalam ekspose virtual, JAM-Pidum menyetujui permohonan tersebut berdasarkan sejumlah pertimbangan, antara lain: adanya perdamaian antara pihak terkait, tersangka belum pernah dihukum sebelumnya, tindak pidana yang dilakukan baru pertama kali, ancaman pidana di bawah lima tahun, serta adanya komitmen dari tersangka untuk tidak mengulangi perbuatannya.

Selain itu, proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan serta mendapat respons positif dari masyarakat.

Sebagai tindak lanjut, JAM-Pidum meminta agar Kepala Kejaksaan Negeri menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022.

Langkah ini merupakan bentuk nyata komitmen Kejaksaan dalam mewujudkan kepastian hukum yang berkeadilan serta mengedepankan penyelesaian secara damai dalam perkara-perkara tertentu yang memenuhi syarat.

Sumber: Kejaksaan RI