Nongsa, Bukit Digundul Diduga Tanpa Izin

TINTAJURNALISNEWS —Alamak! Di tengah gencarnya pemberitaan soal penertiban kegiatan cut and fill, penimbunan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan reklamasi pantai yang diduga tak berizin di Kota Batam, publik justru dibuat tercengang. Sebab, meski Wakil Wali Kota Batam sekaligus Wakil Kepala BP Batam, Li Claudia Chandra, telah turun langsung melakukan sidak ke berbagai lokasi bulan lalu, kenyataannya para pemain di lapangan tampak tak gentar sedikit pun.
Sidak yang sempat viral di media sosial itu kini mulai dipertanyakan efektivitasnya. Di sejumlah titik yang sebelumnya disorot dan dihentikan, kegiatan serupa kini disebut telah kembali berjalan. Fakta ini menimbulkan kesan bahwa penegakan hukum di Batam terkesan tumpul di lapangan, sementara aksi sidak justru menjadi tontonan publik tanpa hasil nyata.
Kawasan seperti Botania di Batam Kota, DAS Perumahan Kezia Baloi Lubuk Baja, hingga Reklamasi Pantai Ocarina Pasir Putih, Teluk Tering, menjadi contoh nyata bahwa tindakan di lapangan belum sepenuhnya diikuti dengan langkah hukum yang tegas. Publik pun mulai mempertanyakan arah penegakan aturan di bawah kepemimpinan Li Claudia Chandra tegas di depan kamera, tapi longgar setelahnya.
Lebih mencengangkan lagi, aktivitas pemotongan bukit dan penimbunan lahan (cut and fill) berskala besar di kawasan Nongsa kini ikut disorot. Kegiatan tersebut diduga kuat tidak memiliki izin resmi dan tetap berjalan mulus lantaran disebut-sebut mendapat perlindungan dari oknum aparat berpengaruh.
Informasi yang dihimpun Tinta Jurnalis News pada Sabtu (25/10/2025) menyebutkan bahwa aktivitas tersebut telah berlangsung cukup lama tanpa adanya tindakan tegas dari pihak berwenang. Di lokasi terlihat hamparan bukit yang terkupas luas, meninggalkan luka menganga di tubuh alam Batam.
Sejumlah alat berat dan truk pengangkut material tampak hilir-mudik tanpa hambatan, sementara debu tebal membumbung ke udara, menandakan aktivitas pemotongan dan penimbunan masih berlangsung aktif. Kawasan yang disebut tak jauh dari TPA Telaga Punggur itu kini berubah drastis bukit hijau yang dulu menjadi penyangga ekosistem kini menjelma menjadi dataran gersang tanpa vegetasi.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran besar terhadap keseimbangan lingkungan dan potensi bencana ekologis di wilayah sekitar. Ironisnya, hingga kini belum ditemukan papan proyek atau dokumen legalitas yang menjelaskan dasar hukum pelaksanaannya.
Beredarnya dugaan adanya oknum kuat yang melindungi kegiatan tersebut kian memperkuat kesan bahwa sidak dan pengawasan pemerintah hanya menyentuh permukaan. Aktivitas besar di lapangan seolah kebal dari tindakan hukum, membuat publik semakin ragu terhadap komitmen pemerintah dalam menjaga lingkungan Batam.
Kerusakan bukit tanpa penahan alami dinilai sangat berisiko menimbulkan erosi, sedimentasi, hingga pencemaran air dan udara di kawasan sekitarnya. Para pemerhati lingkungan menyebut kondisi ini sebagai ancaman serius bagi keberlanjutan ekosistem Nongsa, yang selama ini dikenal sebagai kawasan hijau strategis.
Apabila benar kegiatan ini dilakukan tanpa izin resmi dan melibatkan penyalahgunaan kewenangan oleh pihak tertentu, maka hal ini bukan sekadar pelanggaran lingkungan, melainkan cermin lemahnya penegakan hukum di sektor pertanahan dan kehutanan daerah.
Publik kini menanti langkah nyata dari aparat penegak hukum dan pemerintah kota. Apakah akan ada tindakan tegas menghentikan aktivitas yang merusak alam tersebut? Ataukah semuanya akan kembali tenggelam di bawah bayang-bayang kepentingan dan drama sidak yang hanya berujung sorotan kamera?
Alam Nongsa kini menjerit, tapi suaranya seolah tenggelam dalam kebisuan mereka yang seharusnya menjaga dan melindunginya. Sementara itu, para pemain cut and fill tampak tetap tersenyum seolah tahu, Batam belum benar-benar berani menegakkan aturan.

