Stigma Preman untuk Wartawan Non-UKW Dikecam, Solidaritas Pers Batam Angkat Bicara

Foto di forum klarifikasi di Swiss-Belhotel Harbour Bay Batam

TINTAJURNALISNEWSMenyikapi polemik pernyataan “preman berkedok wartawan” yang dilontarkan pengurus PWI Kepri dan PWI Batam serta insiden dalam forum klarifikasi di Swiss-Belhotel Harbour Bay Batam, Solidaritas Pers Batam menyampaikan pernyataan resmi melalui siaran pers yang diterima redaksi Tinta Jurnalis News, Senin (16/6/2025).

Dalam rilis tersebut, Ketua Panitia Solidaritas Pers Batam, Ali Saragih, menegaskan bahwa kegiatan klarifikasi yang digelar pada Sabtu, 14 Juni 2025 lalu, bukanlah bentuk jebakan kepada pihak manapun.

Ali menekankan bahwa tujuan utama forum tersebut adalah untuk meluruskan persepsi serta menjembatani dialog antara wartawan yang belum mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dan pihak organisasi PWI.

“Kami tidak ada niat menjebak siapa pun. Forum ini lahir dari keresahan teman-teman di lapangan atas pemberitaan yang memuat pernyataan Ketua PWI Kepri, Saibansyah Dardani, yang menyebut wartawan tanpa sertifikasi sebagai ‘premanisme berkedok wartawan’. Ini menimbulkan kegelisahan di kalangan wartawan,” ujar Ali.

Ia menjelaskan bahwa pernyataan tersebut telah menimbulkan dampak langsung terhadap para jurnalis di lapangan, di mana beberapa instansi mulai mempertanyakan sertifikat UKW sebelum melayani wawancara.

“Padahal kami semua mendukung profesionalisme. Kami juga ingin ikut UKW. Tapi bukan berarti karena belum ikut, kami langsung dianggap preman. Ini yang menjadi latar belakang forum klarifikasi,” lanjutnya.

Ali menambahkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan wartawan senior Marganas Nainggolan yang dianggap dapat bersikap bijak terhadap situasi tersebut. Marganas juga disebut aktif berkomunikasi dengan Ketua PWI Batam, Kahfi Ansyari, dan menyampaikan kesediaan untuk hadir dan berdiskusi.

Namun saat forum digelar, menurut Ali, suasana mulai berubah ketika Kahfi menyatakan enggan memberikan klarifikasi terkait pernyataan yang sudah dipublikasikan sebelumnya. Hal itu dinilai bertentangan dengan semangat awal forum.

“Kami berharap ada penjelasan terbuka, tapi malah yang bersangkutan menyatakan tidak akan klarifikasi. Sementara dampak dari pemberitaan itu sudah kami rasakan langsung di lapangan,” jelas Ali.

Dalam forum tersebut, turut hadir perwakilan BNSP, Mangapul, serta wartawan utama Bram atau Arman Chan yang diminta menjelaskan soal sertifikasi kompetensi. Diskusi pun berjalan dinamis, namun di tengah suasana, Kahfi disebut merasa terintimidasi dengan pertanyaan yang diajukan pembicara, hingga forum berubah menjadi tegang.

Ali juga menyayangkan pemberitaan sepihak pasca insiden forum, yang menyebut Ketua PWI Batam dipukul. Menurutnya, narasi tersebut tidak mencerminkan kejadian sebenarnya.

“Pemberitaan dengan judul seperti itu terlalu menyederhanakan kejadian.
Padahal suasana forum awalnya berjalan kondusif, sampai akhirnya muncul penolakan klarifikasi dari Kahfi yang justru memicu ketegangan,” tegas Ali.

Lebih lanjut, Ali juga menanggapi pernyataan Marganas yang menyebut seolah-olah forum tersebut adalah jebakan. “Kalau kami memang bodoh, ajari kami. Tapi jangan kami disudutkan dengan istilah intelektual yang tidak bisa kami jangkau. Ini bukan soal ego, tapi bagaimana membangun solidaritas pers yang saling mendukung,” pungkasnya.

Solidaritas Pers Batam menegaskan bahwa kegiatan yang mereka adakan bertujuan untuk membangun kesetaraan dalam profesi jurnalistik dan bukan untuk menyerang organisasi manapun.
“Apakah hanya karena belum UKW, kami bisa disebut preman? Ini yang ingin kami luruskan. Mari kita duduk bersama, bukan saling menyalahkan,” tutup Ali.

Sumber: Tim