Ignas
TintaJurnalisNews -Perwako yang sempat menjadi ganjalan pemilihan Rt 8/RW 3, tak kunjung menemukan solusi. Rapat yang diadakan Senin lalu dikantor lurah Tanjung unggat yang menghadirkan Raja Kholidin Dari bagian pemerintahan tidak memberikan pencerahan. Perwako yang dimaksud sama sekali tidak dibunyikan atau dipampangkan kepada peserta rapat.
Peserta rapat yang turut dalam kegiatan tersebut merasa kecewa. Dan yang membuatnya janggal, pemilihan RT dilingkup kelurahan Tanjung unggat sudah rampung dan tidak ada mempermasalahkan perwako. Tersisa hanya di RT 8 yang belum tidak dilakukan pemilihan RT akibat salah seorang calon Syahrizal keberatan dengan aturan panitia pemilihan Rt.
“Mengapa setelah ada seperti ini baru rapat. Dan dalam rapat kemarin kenapa tidak dibunyikan.
<span;>Kenapa di RT lain bisa, RT 3/RW 3 yang tidak tinggal ditempat bisa memilih kenapa ?”, keluhnya
Inti rapat, yang dihadiri Raja Kholidin. Bagian pemerintahan dan Muhamad Ishak lurah Tanjung unggat dan para undangan orang luar tak bisa memilih.
<span;>Boleh orang luar tapi pakai berita acara antara panitia dan calon.
Salah seorang warga RT 8, mengakui jika Syahrizal sendiri sudah pernah mencalonkan diri menjadi Rt 8 tetapi tidak pernah menang. “mencalonkan tak pernah terpilih, termasuk bersaing dengan ayahnya Zulkifli waktu itu”, katanya.
Bahkan warga ini pun menumpahkan kekesalannya dengan mengatakan jika memang memilih RT pun ribet begini. Sekalian saja nanti kami tidak usah ikut pemilihan walikota. Kisruh pemilihan RT ini mendapat tanggapan dari pengamat hukum dan politik Kepri, Ignatius Toka Sali, S.H
Menurut Ignas, ia sudah bertemu dengan orang pemerintahan Kita Tanjungpinang. “Kita sudah bertemu dengan zul Perwako itu peraturannya sudah tegas”, ujarnya. Sorotannya identitas. “Ini panitia menghendaki sesuai dengan perwako, ada mengenai identitas. Yang punya KK KTP setempat tidak ada domisili”, imbuhnya.
Tujuan hukum itu keadilan kepastian dan kemanfaatan. Dengan seperti ini/ pemilihan tidak taat pada aturan. Artinya jika memang perwako diterapkan terapkan kepada semua pemilihan RT, RT lain sudah menyelesaikan pemilihan dan tidak menerapkan perwako dengan memberi hak pilih bagi warga diluar bukan setempat yang memiliki KTP atau pun KK.
“Kejadian ini sebenarnya menjadi tamparan buat pemerintah. Buat aturan tetapi tidak patuh terlalu jauh intervensi sampai kelurahan. Otonomi daerah itu bagaimana setiap daerah bisa mandiri. Aturan hukumnya perwako, satu calon. Nampaknya calon mengatur panitia dimana wibawa pemerintah tidak patuh Proses pemilihan. Sudah intervensi perilaku pemerintah sudah tidak patuh tidak mengimplementasi dari hukum itu sendiri.
Kalau RT 8 prosesnya dibuat tidak per. Atau umpamanya pemain yang mengatur wasit , penuh diskriminasi. Kebijakan tidak boleh berbenturan dengan peraturan. Ada sesuatu yang salah. Pemain bisa mengatur wasit dan diloloskan oleh lurah. RT lain bisa, usulan otoritas panitia disuruh bubar. Hukum itu instruksi, masih lisan tidak ada keputusan secara tertulis, adakah tujuan hukum itu harus diimplementasikan oleh perilaku pejabat pemerintah.
(LM)