Ilustrasi Tinta Jurnalis News
TintaJurnalisNews –Kebijakan pengangkatan Staf Khusus (Stafsus) oleh Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) telah menjadi sorotan publik yang tak kunjung padam. Kebijakan ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat, terutama terkait dengan dasar hukum, transparansi, serta dampaknya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Meski kritik tajam mengalir dari berbagai kalangan, Gubernur Kepri tetap menunjukkan sikap tenang dan menanggapi santai isu yang berkembang. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi di balik kebijakan kontroversial ini?
Isu Pengangkatan Stafsus: Di Balik Keputusan Gubernur Kepri
Pengangkatan sejumlah staf khusus di Pemerintah Provinsi Kepri belakangan ini memunculkan beragam spekulasi. Banyak pihak yang mempertanyakan latar belakang dan tujuan dari keputusan ini, yang dinilai terlalu terburu-buru dan kurang transparan. Isu politisasi jabatan serta kurangnya pemilihan berbasis kompetensi menjadi sorotan utama.
Pemerintah Provinsi Kepri, melalui pihak terkait, berargumen bahwa pengangkatan ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan, mempercepat pelaksanaan proyek pembangunan, serta memberikan dukungan yang lebih kuat kepada Gubernur dalam menjalankan tugasnya.
Namun, di sisi lain, publik menganggap bahwa langkah ini justru berpotensi mencederai integritas pemerintah daerah yang selama ini berupaya menjaga reputasi dan transparansi.
Kritik terhadap kebijakan ini semakin keras mengingat proses seleksi pengangkatan yang dianggap kurang terbuka. Beberapa pihak mempertanyakan kualitas dan kompetensi staf yang dipilih, mengingat banyak di antaranya yang dinilai tidak memiliki pengalaman yang memadai.
Tak sedikit yang berpendapat bahwa keputusan ini lebih didasarkan pada pertimbangan politik daripada kebutuhan untuk memperkuat pemerintahan.
Polemik Seputar Pengangkatan Stafsus: Kritik Dari Berbagai Pihak
Sejak diumumkannya pengangkatan 18 Stafsus oleh Gubernur Kepri, kebijakan ini terus memunculkan polemik. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menyatakan bahwa jumlah staf khusus yang terlalu banyak bisa membebani APBD Provinsi Kepri.
“Keberadaan staf khusus yang terlalu banyak akan membebani anggaran daerah dan justru mengurangi efektivitasnya,” ujar Boyamin. Ia mengusulkan agar jumlah Stafsus dibatasi hanya dua orang, dengan tambahan dua tenaga ahli yang berkompeten.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepri juga tidak tinggal diam. Mereka mengkritisi alokasi anggaran untuk Stafsus yang dianggap tidak jelas sumber dan peruntukannya. Hanafi, anggota DPRD Kepri, menegaskan,
“Anggaran untuk staf khusus harus transparan dan tidak membebani APBD tanpa dasar hukum yang jelas.” Bahkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kelebihan pembayaran gaji Stafsus pada APBD 2022, yang akhirnya harus dikembalikan ke kas daerah.
Kritik Dari Pusat: Larangan Pengangkatan Tim Sukses
Tingkat nasional juga tidak ketinggalan dalam memberikan kritik. Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, menegaskan bahwa pengangkatan tim sukses sebagai Stafsus atau tenaga ahli oleh kepala daerah terpilih merupakan hal yang dilarang.
“Kami ingin memastikan bahwa staf khusus diisi oleh orang-orang yang kompeten, bukan hanya berdasarkan pertimbangan politik,” kata Zudan, menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan anggaran dan kepentingan politik yang tidak sejalan dengan kepentingan publik.
Meskipun ada regulasi yang melarang pengangkatan tim sukses, kebijakan pengangkatan Stafsus di Kepri tetap berjalan tanpa ada upaya tegas untuk membatalkannya. Gubernur Kepri mempertahankan kebijakan tersebut, meskipun kritik terus berdatangan dari berbagai pihak.
Gubernur Kepri: Santai di Tengah Kritikan
Meskipun terjangan kritik datang dari banyak pihak, Gubernur Kepri terlihat tetap tenang dan tidak terpengaruh. Ada beberapa alasan mengapa Gubernur Kepri tidak tergoyahkan oleh polemik ini, antara lain:
• Justifikasi Regulasi: Pemerintah Provinsi Kepri berpendapat bahwa pengangkatan Stafsus dan Tim Khusus dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Pemerintah mengklaim bahwa keberadaan Stafsus justru diperlukan untuk mempercepat koordinasi dan pengelolaan proyek pembangunan daerah yang lebih efektif.
• Tidak Ada Tekanan Hukum yang Cukup Kuat: Meski mendapat kritik keras dari DPRD dan masyarakat, hingga kini belum ada tekanan hukum yang cukup kuat untuk membatalkan kebijakan ini. Pemerintah daerah memilih untuk tetap melanjutkan kebijakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
• Evaluasi yang Tertunda: Pemerintah Provinsi Kepri sempat berjanji untuk melakukan evaluasi terhadap keberadaan Stafsus. Namun, hingga saat ini, hasil evaluasi tersebut belum diumumkan kepada publik. Hal ini menambah kekhawatiran masyarakat terhadap kurangnya transparansi dalam kebijakan ini.
Kesimpulan: Menunggu Klarifikasi Lebih Jelas
Isu pengangkatan Stafsus ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah kebijakan ini benar-benar untuk kepentingan masyarakat, ataukah ada agenda politik tertentu yang tersembunyi di baliknya? Tanpa penjelasan yang lebih transparan mengenai dasar pengangkatan, efektivitas, dan alokasi anggaran, polemik ini diperkirakan akan terus menjadi perbincangan hangat di Kepri.
Pemerintah Provinsi Kepri diharapkan segera memberikan klarifikasi yang lebih rinci mengenai kebijakan ini, agar masyarakat dapat lebih memahami tujuan dan dampak dari keputusan tersebut. Dengan adanya transparansi, diharapkan polemik ini dapat mereda dan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah dapat terjaga.