Oh Pendidikan Indonesia Ku! Pendidikan Anak, Tanggung Jawab Siapa?

Dr. Drs. H. Tri Leksono, Ph.D., S.Kom., M.Pd.

TINTAJURNALISNEWS -Pendidikan merupakan pilar utama dalam membangun peradaban bangsa. Namun, pertanyaan mendasar yang terus menjadi perbincangan publik adalah: siapakah yang paling bertanggung jawab dalam mendidik anak-anak kita? Apakah orang tua, sekolah, masyarakat, atau negara?

Dr. Drs. H. Tri Leksono, Ph.D., S.Kom., M.Pd., Kons akademisi dan praktisi pendidikan menggarisbawahi bahwa pendidikan anak merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya milik satu pihak. Pemerintah, keluarga, dan masyarakat, menurutnya, harus bersinergi dalam membentuk sistem pendidikan yang membahagiakan dan memandirikan anak.

Pemerintah, Apakah Sudah Hadir Sepenuhnya?

Pemerintah sebagai pemegang kendali kebijakan pendidikan nasional sejatinya memiliki tanggung jawab besar dalam menyediakan layanan pendidikan yang bermutu dan merata. Namun pertanyaannya, apakah pemerintah sudah benar-benar menjamin pendidikan sesuai amanat undang-undang?

“Jika dibandingkan dengan negara tetangga, sistem pendidikan kita nampaknya masih jauh dari harapan,” ungkap Tri Leksono. Ia mendorong agar eksekutif hingga legislatif tidak hanya hadir saat krisis terjadi, melainkan benar-benar membangun sistem yang berpihak pada kebutuhan anak.

Keluarga Sebagai Hulu Pendidikan

Pendidikan yang sejati, kata Tri, dimulai dari rumah. “Orang tua adalah guru pertama dan utama,” tegasnya. Ia menekankan bahwa jika seorang anak bermasalah, besar kemungkinan hulunya adalah keluarga.

Mengutip Hadis Riwayat Bukhari, Tri menjelaskan bahwa setiap anak lahir dalam keadaan fitrah. Lingkunganlah terutama keluarga yang membentuk karakter anak. “Keluarga harus aktif mendampingi proses tumbuh kembang anak, tidak hanya menyerahkan tanggung jawab penuh kepada sekolah.”

Masyarakat: Lingkungan yang Mendidik

Peran masyarakat tak kalah penting. Menurut Tri, masyarakat harus menjadi ekosistem pendukung yang menciptakan lingkungan belajar yang aman, kondusif, dan penuh nilai-nilai moral. “Gotong royong dalam pendidikan bukan hanya jargon. Ia harus diwujudkan dalam praktik sehari-hari,” ucapnya.

Menanggapi Gagasan Dedi Mulyadi

Menanggapi gagasan Dedi Mulyadi yang hendak membina anak-anak bermasalah di barak militer dan kompleks polisi, Tri menilai perlu pendekatan yang lebih holistik. Menurutnya, tidak semua permasalahan anak dapat diselesaikan secara militeristik. “Ide Dedi bisa menjadi alarm, tapi bukan solusi jangka panjang. Kita perlu melibatkan pakar pendidikan, psikologi, dan sosial untuk menganalisis akar masalah anak bukan sekadar membina secara instan,” tegasnya.

Ia juga menyoroti kecenderungan mengkriminalisasi guru yang bersikap tegas sebagai potret krisis kepercayaan dan kepemimpinan dalam sistem pendidikan.

Solusi: Sinergi dan Trilogi Pendidikan

Tri Leksono mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk membangun sinergi antara pemerintah, keluarga, dan masyarakat sebuah trilogi pendidikan yang utuh. Pendidikan harus menjadi ruang yang memandirikan dan membahagiakan anak-anak. “Melayani dengan hati, berbuat sepenuh hati, dan bertindak hati-hati. Itulah semangat yang harus kita tanamkan dalam mendidik generasi bangsa,” pungkasnya.

Sumber: Sukindar

Editor: Redaksi TJN