Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana,
TINTAJURNALISNEWS -Jaksa Agung RI, melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyetujui 11 permohonan penghentian penuntutan perkara dengan mekanisme Restorative Justice (RJ) dalam ekspose virtual pada Senin, 17 Maret 2025.
Salah satu perkara yang diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif adalah kasus Indra Lesmana bin Hati (Alm.), tersangka dalam perkara penadahan yang ditangani Kejaksaan Negeri Kotawaringin Timur. Ia disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP setelah membeli besi bekas hasil curian dari PT Nusantara Docking Sejahtera (NDS).
Pada 26 November 2024, Thomas Handoko dan Yulian Afriyanto mengambil besi bekas seberat 1.000 kilogram dari kapal tagboat milik PT NDS di dermaga perusahaan. Besi tersebut kemudian dijual kepada Indra Lesmana seharga Rp3.000 per kilogram, dengan total Rp3 juta.
Aksi serupa berulang pada 5 Desember 2024, di mana besi bekas seberat 316 kilogram kembali dijual kepada tersangka dengan nilai Rp950 ribu. Akibatnya, PT NDS mengalami kerugian total Rp3,95 juta.
Pada 12 Desember 2024, polisi menangkap Indra Lesmana beserta dua pelaku lainnya. Setelah penyelidikan, Kejaksaan Negeri Kotawaringin Timur menginisiasi penyelesaian perkara ini melalui mekanisme Restorative Justice, mengingat tersangka mengakui kesalahan dan korban menerima permohonan maaf serta meminta agar kasus ini tidak dilanjutkan ke persidangan.
Permohonan penghentian penuntutan ini diajukan ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah dan disetujui oleh JAM-Pidum dalam ekspose virtual.
Selain kasus Indra Lesmana, 10 perkara lain yang mendapat persetujuan RJ adalah:
- Ben Bili (Kejari Sumba Barat) – Pasal 351 Ayat (1) KUHP (Penganiayaan).
- Kristoforus Kali (Kejari Belu) – Pasal 351 Ayat (1) KUHP (Penganiayaan).
- Ismail Umar (Kejari Pohuwato) – Pasal 351 Ayat (1) KUHP (Penganiayaan).
- Mawardin Bin Samsudin (Kejari Sukamara) – Pasal 351 Ayat (1) KUHP (Penganiayaan).
- Muhammad Ansyari (Cabjari Kapuas di Palingkau) – Pasal 362 KUHP (Pencurian).
- Didi bin Ijas (Kejari Kotawaringin Timur) – Pasal 480 ke-1 KUHP (Penadahan) Jo. Pasal 56 ke-1 KUHP.
- Imam Andi Tanratu (Kejari Mamuju) – Pasal 374 KUHP (Penggelapan dalam Jabatan) atau Pasal 372 KUHP (Penggelapan).
- Fresly Makarios Bawolye (Kejari Pohuwato) – Pasal 378 KUHP (Penipuan).
- Muhammad Fadar Pratama (Kejari Pekanbaru) – Pasal 77B Jo. Pasal 76B UU No. 35 Tahun 2014 (Perlindungan Anak) Jo. Pasal 307 Jo. Pasal 305 Jo. Pasal 55 KUHP.
- Ranti Febiola (Kejari Pekanbaru) – Pasal 77B Jo. Pasal 76B UU No. 35 Tahun 2014 Jo. Pasal 307 Jo. Pasal 305 Jo. Pasal 55 KUHP.
Penghentian perkara berdasarkan keadilan restoratif diberikan karena:
- Proses perdamaian telah dilakukan, di mana tersangka meminta maaf dan korban memaafkan.
- Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.
- Ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun penjara.
- Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
- Musyawarah perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa paksaan atau intimidasi.
- Masyarakat merespons positif langkah ini sebagai bentuk penyelesaian yang lebih bermanfaat.
JAM-Pidum menegaskan bahwa seluruh Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri agar segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sesuai Peraturan Kejaksaan RI No. 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum No. 01/E/EJP/02/2022 tentang pelaksanaan RJ.
Restorative Justice diharapkan menjadi solusi hukum yang tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga membawa keadilan bagi masyarakat.
Sumber: Kejaksaan RI