Sidang Sengketa Tanah Tanjungpinang Kepulauan Riau
TintaJurnalisNews -Sidang gugatan terkait tanah antara Jo Sun Huat dan Suhariyadi (Acai) kembali bergulir di Pengadilan Negeri Tanjungpinang pada Selasa (1/10). Dalam sidang tersebut, dihadirkan keterangan saksi dari pihak tergugat, yakni Iwan Kadli (Tergugat II), Saparudin (Tergugat III), serta Mustaqim dan Mira Saparina yang turut tergugat dalam perkara ini.
Pada persidangan ini, Saparudin diwakili kuasa hukumnya, Ahmadfidyani, sementara Iwan Kadli tidak hadir. Pihak tergugat menghadirkan Tugino, seorang tokoh masyarakat, sebagai saksi. Tugino mengakui bahwa ia mengenal Jo Sun Huat dan Acai, namun ia tidak mengetahui secara rinci batas-batas tanah yang disengketakan atau pembangunan yang dilakukan oleh penggugat. Menurut keterangannya, tanah tersebut diberikan kepada masyarakat pada tahun 2020 oleh pihak desa, meskipun ia tidak mengetahui detail proses pembagian tersebut.
Lebih lanjut, Tugino mengungkapkan bahwa ia mendapatkan kavling berukuran 30 x 30 meter, namun tidak terlibat langsung dalam pembagian tanah. Ia juga menyebutkan adanya masalah dalam pembagian koordinat yang memicu penebangan pohon durian oleh Acai, sehingga memunculkan gejolak di masyarakat. Musyawarah desa (musdes) diadakan untuk mencari solusi, di mana pihak desa berharap Acai mengakui kesalahannya dan meminta maaf.
Hakim Ketua, Boy Sailendra, SH, sempat mengungkapkan kekesalannya terhadap jawaban saksi yang terkesan berputar-putar, terutama saat hakim mempertanyakan dasar dari pencabutan kavling yang diklaim didasari alasan kemanusiaan. Hakim juga menanyakan bagaimana proses pemberian kavling kepada Mustaqim dan Mira, yang merupakan suami istri, padahal mereka seharusnya hanya mendapat satu kavling. Tugino kembali menjawab bahwa ia tidak mengetahui proses tersebut.
Saksi lainnya, Burhan, yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Desa Pengudang, menyatakan bahwa penebangan pohon durian menjadi alasan pencabutan kavling penggugat, yang kemudian dihibahkan kepada pihak lain. Ia juga mengaku tidak mengetahui siapa yang menerima hasil panen pohon durian tersebut.
Menariknya, pohon durian yang telah ditebang oleh Acai dilaporkan sudah diambil oleh pihak PT BMW, namun masyarakat masih mempersoalkan hal tersebut. Hakim mempertanyakan alasan di balik pencabutan kavling setelah pohon durian diambil, namun jawaban dari saksi tidak memuaskan.
Saksi terakhir, Fadlei, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Desa Pengudang, mengakui bahwa sertifikat atas nama Mustaqim dan Mira baru keluar pada bulan Juli 2024 dan berasal dari hibah yang diberikan oleh Mansur dan Siti Muayang. Namun, ia juga menyebutkan bahwa penebangan pohon durian oleh Acai berpotensi memicu konflik di masyarakat.
Dalam persidangan, para saksi dari pihak tergugat banyak memberikan keterangan yang terkesan tidak konsisten dan kurang jelas. Hakim menyoroti beberapa kejanggalan, terutama terkait pencabutan kavling dan proses hibah tanah yang melibatkan banyak pihak. Meskipun demikian, kasus ini masih bergulir dengan harapan majelis hakim dapat memberikan putusan yang adil berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan.(Lanni)