Ilustrasi Tinta Jurnalis News
Tintajurnalisnews.co.id –Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Hasbiallah Ilyas, mendukung pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, bahwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah cara yang dianggap “kampungan.” Menurutnya, proses OTT tidak hanya tidak efektif, tetapi juga merugikan keuangan negara.
Hal tersebut diungkapkan Hasbiallah dalam uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Wisnu Baroto, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2024).
“Saya setuju dengan Pak Luhut kalau OTT itu hanya kampungan, sebab OTT itu hanya merugikan uang negara,” ujar Hasbiallah di hadapan Komisi III DPR.
Kritik terhadap Efektivitas OTT
Hasbiallah mengungkapkan bahwa dirinya pernah berdiskusi dengan salah satu pimpinan KPK mengenai proses panjang yang diperlukan untuk melakukan OTT. Menurutnya, waktu yang dibutuhkan untuk persiapan operasi tersebut terlalu lama sehingga menimbulkan pemborosan anggaran.
“Saya pernah tanya salah satu pimpinan KPK, untuk mengejar OTT itu bisa satu tahun. Berapa banyak uang negara yang harus dihabiskan? Ini masalah besar bagi kita,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan usulan agar calon Dewas KPK mengambil langkah preventif dengan menghubungi pejabat yang dicurigai akan melakukan korupsi. Menurut Hasbiallah, langkah tersebut dapat menghindari kerugian negara tanpa perlu melibatkan operasi tangkap tangan.
“Kita telepon saja, ‘hai bapak jangan korupsi, kalau korupsi akan kami tangkap.’ Kan selesai. Tidak ada uang negara yang dirugikan,” katanya.
Johanis Tanak Siap Hapus OTT Jika Terpilih
Dalam sesi yang berbeda, calon pimpinan KPK, Johanis Tanak, juga mengutarakan pandangan serupa. Dalam fit and proper test di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/11/2024), Johanis menyatakan kesiapannya untuk menghapus OTT jika dirinya terpilih menjadi Ketua KPK. Pernyataan tersebut mendapat tepuk tangan dari anggota Komisi III DPR.
“Seandainya saya terpilih, saya akan tutup OTT karena itu tidak sesuai dengan pengertian dalam KUHAP,” ujar Johanis.
Menurutnya, istilah “operasi tangkap tangan” tidak relevan dengan definisi yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maupun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
“Operasi itu menurut KBBI adalah sesuatu yang direncanakan, sementara tertangkap tangan dalam KUHAP adalah kejadian spontan. Tidak ada perencanaan dalam peristiwa itu. Ini adalah tumpang tindih pengertian,” jelas Johanis.
Tradisi Lembaga Antirasuah
Meskipun Johanis menyatakan keberatannya terhadap penggunaan OTT, ia mengakui bahwa selama ini dirinya tidak dapat menghentikan tradisi tersebut di KPK.
“Ini adalah tradisi lembaga antirasuah yang masih dipertahankan oleh sebagian pimpinan. Saya tidak bisa menantang itu,” pungkasnya.
Diskusi mengenai OTT KPK ini menimbulkan polemik di kalangan publik, mengingat operasi tersebut selama ini menjadi salah satu ikon pemberantasan korupsi di Indonesia. Kritik terhadap efektivitas OTT membuka ruang perdebatan mengenai strategi alternatif dalam memberantas korupsi tanpa mengorbankan keuangan negara.
Sumber: Liputan6.com
Editor: Edo Jurnalis