Publikasi Rp1,5 Miliar di Dinas Kesehatan Prov Kepri, Publik Bertanya: Urgensinya Di Mana?

Ilustrasi Tinta Jurnalis News

TINTAJURNALISNEWS –Sebuah angka mencolok mendadak jadi sorotan publik. Anggaran sebesar Rp1,5 miliar tercatat resmi dalam dokumen Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) untuk kegiatan publikasi di Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2025.

Anggaran tersebut diklasifikasikan dalam belanja jasa publikasi media massa, mencakup kegiatan seperti penyelenggaraan talkshow, pembuatan iklan layanan, dokumentasi audiovisual, dan promosi informasi kesehatan.

Informasi ini menyebar cepat di media sosial dan grup percakapan publik, memicu berbagai reaksi. Sebagian menilai nilainya cukup besar, mengingat sektor kesehatan masih menghadapi berbagai tantangan dasar seperti antrean pelayanan, distribusi obat yang belum merata, hingga keluhan fasilitas layanan kesehatan yang belum optimal di sejumlah daerah.

Merujuk pada situs SiRUP (https://sirup.lkpp.go.id), total anggaran publikasi yang tercatat untuk Dinas Kesehatan Provinsi Kepri mencapai Rp1.500.000.000. Paket-paket kegiatan publikasi direncanakan berjalan dalam beberapa termin selama tahun anggaran berjalan, dengan metode pengadaan melalui penyedia jasa.

Angka tersebut menempatkan Dinas Kesehatan sebagai salah satu dari sekian banyak OPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepri yang turut menganggarkan belanja iklan, di samping OPD lain seperti Dinas Kominfo dan Dinas Pariwisata yang juga mencatat belanja publikasi lebih dari Rp4 miliar hingga Rp6 miliar.

Dalam konteks pelayanan publik, penggunaan anggaran untuk keperluan informasi dan edukasi tentu bukan sesuatu yang keliru. Namun, yang menjadi perhatian adalah bagaimana kejelasan hasil dari belanja tersebut: apakah benar-benar sampai ke masyarakat atau hanya berhenti sebagai formalitas dokumentasi kegiatan?

Belanja publikasi yang besar tanpa output yang jelas berpotensi menimbulkan jarak antara kebijakan dan kebutuhan nyata di lapangan. Di tengah kebutuhan mendesak seperti pemenuhan alat kesehatan, peningkatan kapasitas tenaga medis, serta pemerataan layanan, publik pun mulai mempertanyakan urgensi realisasi anggaran yang besar untuk keperluan media.

Fenomena ini bukan sekadar soal angka, melainkan juga cerminan dari pola prioritas birokrasi. Jika kebutuhan mendasar masih tertinggal, maka belanja pencitraan justru akan memunculkan kesan ketimpangan antara yang ditampilkan dan yang dirasakan.

Publik tentu berharap agar anggaran pembangunan, khususnya di sektor kesehatan, difokuskan pada hal-hal yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat, bukan sekadar yang terlihat indah di layar atau spanduk.

Catatan: Informasi dalam berita ini bersumber dari data terbuka pada sistem pengadaan resmi milik pemerintah dan tidak dimaksudkan untuk menuduh, melainkan sebagai bagian dari kontrol sosial atas penggunaan anggaran publik.