Mengejutkan! Dugaan Pungli Brutal di MTS Deli Serdang, Wali Murid Mengaku Tercekik Biaya Masuk Sekolah

Madrasah Tsanawiyah (MTS)

TINTAJURNALISNEWS –Dunia pendidikan kembali disorot publik. Sejumlah wali murid mengeluhkan dugaan pungutan liar (pungli) di lingkungan Madrasah Tsanawiyah (MTS) yang terletak di Gang Utama, Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Mereka merasa terbebani dengan besarnya biaya masuk sekolah yang dinilai tak wajar dan memberatkan secara ekonomi.

Informasi yang dihimpun oleh tim media ini menyebutkan bahwa pada Minggu, 4 Mei 2025, siswa baru kelas VII tahun ajaran 2024/2025 dikenakan biaya masuk sebesar Rp800 ribu untuk laki-laki dan Rp600 ribu untuk perempuan. Tak hanya itu, orang tua juga diminta membayar uang komite sebesar Rp300 ribu, LKS dan seragam Rp150 ribu, serta atribut sekolah Rp100 ribu.

“Kami seperti diperas, bukan diberi pelayanan pendidikan. Untuk mendaftarkan anak saja saya harus mencari pinjaman ke sana sini,” keluh salah satu wali murid berinisial F dengan mata berkaca-kaca.

Keluhan pun bertambah saat diketahui bahwa siswa juga dibebankan uang wisuda, bahkan sejak awal masuk sekolah. Para orang tua menyebut praktik ini melukai rasa keadilan dan menciptakan tekanan psikologis. “Kami merasa dipaksa membayar agar anak kami tidak dipermalukan. Kalau tidak bayar, anak kami tidak boleh ikut kegiatan sekolah. Ini seperti teror mental berkedok aturan sekolah,” lanjut F.

Wali murid lainnya dari kelas IX, yang memilih tidak disebutkan namanya, turut menyampaikan keresahan yang serupa. Ia menuturkan bahwa hampir setiap bulan muncul kewajiban pembayaran tanpa penjelasan yang jelas dan terbuka. “Ini bukan mendidik, ini menyiksa,” ujarnya.

Dugaan pungli ini disinyalir melanggar ketentuan yang tertuang dalam beberapa regulasi, antara lain:

  • Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah yang menegaskan bahwa penggalangan dana bersifat sukarela, bukan paksaan.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Pasal 181, yang menyatakan sekolah negeri dilarang memungut biaya dari peserta didik, kecuali dalam kondisi tertentu yang diatur dalam perundang-undangan.

Yang lebih mengejutkan, beberapa wali murid mengungkap bahwa dugaan pungli ini bukanlah hal baru. Praktik pungutan berkedok “uang komite” disebut telah berlangsung bertahun-tahun tanpa transparansi dan pertanggungjawaban yang jelas. Nama Kepala Sekolah, Dr. Sarifudin, bahkan ikut disorot karena dinilai membiarkan hal ini terus terjadi.

“Kami ingin negara hadir. Jangan biarkan sekolah menjadi tempat pemalakan terselubung. Kami orang miskin hanya ingin anak kami bisa sekolah dengan layak, bukan jadi korban sistem yang menindas,” ucap seorang orang tua dengan suara bergetar.

Masyarakat kini berharap agar pihak Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, dan aparat penegak hukum segera turun tangan menyelidiki dan menindaklanjuti dugaan ini. Kepercayaan terhadap lembaga pendidikan tak boleh dikhianati oleh praktik-praktik yang menciderai asas keadilan dan integritas.

Sumber: Tim