Lia Istifhama, Penulis Jatim NU Online
TintaJurnalisNews -Dalam hitungan jam, kita akan memasuki 1 Muharram 1446 H, menandai pergantian tahun baru Islam. Tahun ini, tanggal tersebut jatuh pada 7 Juli 2024. Penetapan Tahun Baru Islam, yang dimulai dari 1 Hijriyah, terjadi pada tahun 622 Masehi, bertepatan dengan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW.
Latar Belakang Hijrah: Melindungi Para Sahabat
Menurut riwayat dari Ibnu Ishaq, Nabi Muhammad SAW merasa sangat sedih dan berempati melihat penderitaan yang dialami oleh para sahabatnya. Dalam kondisi segar bugar berkat kedudukan beliau di sisi Allah SWT dan pamannya, Abu Thalib, Rasulullah SAW tidak mampu melindungi mereka sepenuhnya. Maka beliau bersabda, “Bagaimana kalau kalian berangkat ke negeri Habasyah, karena rajanya tidak mengizinkan seorang pun didzalimi di dalamnya, dan negeri tersebut adalah negeri yang benar, hingga Allah memberi jalan keluar bagi penderitaan yang kalian alami?”
Dengan saran tersebut, kaum Muslimin memulai hijrah pertama mereka ke Habasyah, yang kini dikenal sebagai Ethiopia, sebuah negara merdeka tertua di Afrika. Raja Habasyah saat itu, Ashhaman An-Najasyi, dikenal sebagai raja yang adil. Peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab tahun ke-5 kenabian.
Hijrah ke Madinah: Awal Mula Tahun Baru Hijriyah
Hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Yastrib (Madinah) menjadi penanda awal mula penetapan tahun baru Hijriyah atau Tahun Baru Islam. Peristiwa ini mengingatkan kita pada Baiat Aqabah, yang pertama terjadi pada tahun ke-12 kenabian (621 M), dan yang kedua pada tahun 622 M. Baiat Aqabah merupakan kesepakatan penting yang meneguhkan komitmen mematuhi prinsip-prinsip Islam dan menjaga persatuan serta keharmonisan di Madinah.
Setelah Baiat Aqabah, kaum Quraisy merasa terancam karena Madinah yang sudah dikuasai Islam merupakan jalur penting bagi kafilah mereka. Deklarasi Baiat Aqabah menandakan dimulainya migrasi kaum Muslimin dari Mekah ke Madinah. Kaum Quraisy bereaksi keras, mencegah kepergian kaum Muslimin dengan memisahkan keluarga mereka. Namun, kaum Muslimin tetap berusaha hijrah dengan berbagai cara, bahkan rela meninggalkan harta dan keluarga mereka.
Perjalanan Hijrah Nabi Muhammad SAW
Rasulullah SAW belum melakukan hijrah dan masih menetap di Mekah meski Abu Bakar terus mendesak beliau. Saat mengetahui rencana kaum Quraisy untuk membunuhnya, Rasulullah SAW dengan cerdik meminta Ali bin Abi Thalib tidur di tempat tidurnya, sementara beliau pergi ke rumah Abu Bakar dan mengabarkan bahwa Allah SWT telah mengizinkan untuk berhijrah. Mereka berangkat pada malam hari menuju Gua Tsur, sebuah gua di atas gunung yang sulit dijangkau.
Kisah persembunyian di Gua Tsur menjadi salah satu peristiwa epik, dimana Allah SWT memberikan pertolongan dengan sarang laba-laba yang tetap utuh meski Rasulullah SAW dan Abu Bakar bersembunyi di dalamnya. Para pengejar Quraisy tidak percaya bahwa mereka berada dalam gua karena sarang laba-laba dan burung merpati di depan gua tetap utuh.
Akhirnya, Rasulullah SAW berhasil meninggalkan Mekah dan bersabda dari kejauhan, “Sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau adalah tanah yang paling disukai oleh Allah, dan paling dimuliakan di sisi Allah, dan tanah yang paling aku cinta. Kalau bukan karena pendudukmu mengusirku maka aku ndak akan meninggalkanmu.”
Perjalanan hijrah dilanjutkan melalui jalur yang tidak biasa, melewati selatan Mekah menuju Yaman, kemudian ke Tihamah di samping Laut Merah, lalu ke utara melalui jalanan kasar dan tandus hingga berhasil tiba di Madinah.
Peristiwa hijrah pada tahun 622 M itulah yang menjadi awal tahun baru Islam. Dari peristiwa ini, kita dapat mengambil hikmah tentang perjuangan, pengorbanan, keberanian, kesabaran, dan ketangguhan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Perjuangan ini akhirnya membawa mereka pada kedamaian di tanah Madinah.
Subhanallah, semoga dalam momentum Tahun Baru Hijriyah ini, kita semakin yakin bahwa setiap ikhtiar untuk melakukan kebaikan akan mendekatkan kita pada keberkahan hidup. Aamiin.