Ketua DPD Pelayaran Rakyat (Pelra) Kepri dan Riau, Andi Mashadiyat.
TintaJurnalisNews –Isu transparansi dalam pengelolaan pelabuhan oleh PT Pelindo kembali mencuat. Rencana kenaikan tarif pelabuhan menuai kritik keras dari Ketua DPD Pelayaran Rakyat (Pelra) Kepri dan Riau, Andi Mashadiyat. Ia mempertanyakan dasar hukum dan operasional rencana tersebut, yang dinilai tidak sesuai dengan mekanisme yang seharusnya.
Menurut Andi, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, setiap kenaikan tarif pelabuhan harus melalui persetujuan Gubernur melalui Surat Keputusan (SK). “Kalau mau menaikkan tarif pelabuhan, harus ada dasar hukum yang jelas. Tidak bisa Pelindo menaikkan secara sepihak. Dasarnya apa?” tegasnya.
Andi juga mengungkapkan, Pelindo selama ini bergantung pada penumpang MV Oceana dan speed boat, dengan rata-rata 2.500 penumpang per hari. Dengan tarif Rp10.000 per penumpang, potensi pendapatan Pelindo bisa mencapai Rp750 juta per bulan atau Rp9 miliar per tahun. Dalam satu dekade, angka ini mencapai Rp90 miliar.
“Dengan pendapatan sebesar itu, seharusnya Pelindo bisa lebih transparan dalam pengelolaan dan investasi pelabuhan. Jika memang ada kebutuhan untuk menaikkan tarif, harus ada kajian mendalam dan keterlibatan semua pihak terkait,” tambahnya.
Andi juga menyoroti minimnya investasi Pelindo dalam pengelolaan pelabuhan. Ia menyebutkan bahwa investasi selama 10 tahun terakhir hanya sekitar Rp60 miliar hingga Rp100 miliar, angka yang dinilai belum cukup untuk mendukung pengembangan fasilitas pelabuhan secara maksimal.
Selain itu, Andi mengusulkan alternatif untuk memindahkan operasional pelabuhan ke lokasi lain, seperti Kuala Riau Pelantar 1 dan 2, yang diproyeksikan siap pada akhir 2026. “Jika Pelindo tidak mampu memberikan solusi yang adil, PT Baruna Jaya atau pihak lain bisa mengajukan usulan pembangunan pelabuhan sendiri,” ujarnya.
Ia menegaskan, keputusan strategis seperti kenaikan tarif atau pemindahan operasional pelabuhan harus melibatkan diskusi dengan masyarakat dan pemangku kepentingan. Keputusan sepihak dikhawatirkan akan memicu keresahan publik, terutama pelayaran rakyat yang bergantung pada tarif terjangkau.
“Prinsipnya, segala kebijakan yang menyangkut pelabuhan harus dilakukan dengan pedoman yang jelas, adil, dan tidak membebani masyarakat pengguna jasa pelabuhan,” tutup Andi.
(LENI)