Ilustrasi Tinta Jurnalis News
TINTAJURNALISNEWS —Indonesia kembali diguncang oleh maraknya aktivitas tambang ilegal, khususnya Galian C, yang kini merajalela di berbagai daerah tanpa pengawasan ketat. Kondisi ini memantik keresahan publik dan menyulut pertanyaan tajam: Apakah instruksi tegas dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo selama ini hanya menjadi seruan tanpa tindakan nyata?
Sejak 18 Agustus 2022, Kapolri sebenarnya telah mengeluarkan instruksi keras kepada seluruh jajarannya untuk tidak memberi ruang sedikit pun terhadap praktik pertambangan ilegal. Dalam arahannya yang tersebar ke seluruh Polda dan Polres di Indonesia, Kapolri menegaskan:
“Jangan ada kompromi terhadap kejahatan yang merugikan rakyat, merusak lingkungan, dan memperkaya segelintir orang. Semua harus bersih.”
Namun fakta di lapangan menunjukkan ironi. Dua tahun berselang, praktik tambang ilegal justru semakin tak terkendali. Kerusakan lingkungan dilaporkan terjadi secara masif di sejumlah wilayah, mulai dari Kalimantan, Sumatera, hingga Pulau Jawa.
Tak sedikit dari aktivitas Galian C tersebut yang diduga keras beroperasi tanpa izin resmi dan bahkan berada di wilayah pengawasan aparat penegak hukum yang justru terkesan tutup mata.
Kecurigaan publik makin menguat pasca insiden penembakan yang terjadi di Mapolres Solok Selatan, Sumatera Barat, pada November 2024 lalu. Peristiwa itu diduga terkait konflik kepentingan dalam pengelolaan tambang ilegal. Menanggapi kasus tersebut, Kapolri kembali mengingatkan keras:
“Tidak ada tempat bagi anggota yang mengkhianati institusi. Bila terbukti membekingi tambang ilegal, akan ditindak tegas.”(22 November 2024)

Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo. M.SI
Namun, pernyataan tegas itu tampaknya belum mampu mengubah realitas di lapangan. Video dan foto aktivitas tambang ilegal yang beredar luas di media sosial, serta kesaksian masyarakat yang terdampak, justru memperkuat kesan bahwa perintah dari pucuk pimpinan Polri kini mulai diabaikan oleh jajaran bawahannya.
Sebelumnya, sejumlah pengamat hukum dan lingkungan turut bersuara lantang. Mereka menyoroti lemahnya pengawasan dan minimnya tindakan tegas sebagai indikasi kuat bahwa masih ada aktor-aktor “tak tersentuh” yang berada di balik maraknya tambang ilegal ini.
Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Merah Johansyah, mengungkap bahwa praktik pertambangan ilegal tak berdiri sendiri.
“Praktik pertambangan ilegal ini melibatkan banyak aktor di luar masyarakat. Aksi ini tak mungkin berlangsung tanpa perlindungan dari kelompok atau oknum tertentu.”
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Henri Subagiyo, mengkritik lemahnya penegakan hukum di sektor lingkungan dan sumber daya alam. Ia menilai masih belum adanya sistem pengawasan yang transparan, akuntabel, dan sinergis antarlembaga.
“Penegakan hukum lingkungan dan SDA belum berjalan secara transparan dan akuntabel. Ini tampak dari lemahnya pengawasan kepatuhan perizinan, baik di tingkat daerah maupun pusat.”
Publik pun kembali bertanya: Mengapa praktik tambang ilegal ini kambuh lagi dan terus berulang? Apakah karena pengawasan yang lemah, atau karena ada kekuatan besar di balik layar yang melindungi kegiatan ilegal ini?
Kini, semua mata tertuju pada langkah nyata Polri. Akankah Kapolri kembali menggelar operasi besar-besaran guna membersihkan institusi dari oknum yang bermain dalam bisnis hitam ini? Atau justru semuanya akan kembali sunyi, hingga kepercayaan publik benar-benar sirna terhadap komitmen penegakan hukum?
Waktulah yang akan menjawab. Namun satu hal yang pasti, ketegasan tanpa tindakan hanya akan menjadi gema hampa di tengah jeritan rakyat yang lahannya rusak, airnya tercemar, dan masa depannya terancam.🇮🇩