Heboh Usulan Pemakzulan Gibran: Pilihan Rakyat Diuji oleh Manuver Politik?

Ilustrasi TJN

TINTAJURNALISNEWS –Isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mendadak menghebohkan publik. Forum Purnawirawan TNI baru-baru ini mengusulkan agar Gibran dicopot dari jabatannya, dengan alasan bahwa proses pencalonannya dalam Pilpres 2024 dinilai tidak mencerminkan prinsip demokrasi yang adil.

Namun, benarkah pemakzulan ini didasari oleh pelanggaran hukum yang nyata, atau justru merupakan bagian dari permainan politik yang memanfaatkan ketegangan menjelang Pemilu?

Apakah Pemakzulan Ini Berdasarkan Fakta atau Hanya Wacana Politik?

Pernyataan dari Forum Purnawirawan TNI ini langsung menarik perhatian banyak pihak. Dalam pandangan mereka, proses pencalonan Gibran tidak sesuai dengan prinsip keadilan elektoral. Namun, apakah hal ini cukup untuk membenarkan langkah pemakzulan terhadap seorang pejabat negara yang terpilih langsung oleh rakyat?

Menurut Pasal 7A UUD 1945, pemakzulan Presiden atau Wakil Presiden hanya bisa dilakukan jika mereka terbukti melakukan pelanggaran serius, seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, atau perbuatan tercela lainnya.

Prosesnya juga harus melalui mekanisme yang ketat, dimulai dengan persetujuan DPR, dilanjutkan dengan pemeriksaan Mahkamah Konstitusi, dan keputusan akhir ada di tangan MPR.

Lantas, apakah sekadar dugaan ketidakadilan dalam pencalonan bisa dijadikan dasar pemakzulan? Apa yang sebenarnya mendorong Forum Purnawirawan TNI untuk mengusulkan langkah ini di tengah situasi politik yang semakin panas?

Tanggapan Pemerintah dan Pakar Hukum: Pemakzulan atau Tekanan Politik?

Pemerintah, melalui Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, menyatakan akan mengkaji lebih lanjut usulan tersebut. Meski demikian, banyak kalangan yang mempertanyakan niat di balik wacana pemakzulan ini.

Dr. Yance Arizona, pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, menegaskan bahwa pemakzulan harus dilakukan berdasarkan bukti hukum yang jelas dan sah, bukan hanya dipengaruhi oleh kepentingan politik.

“Pemakzulan bukanlah langkah yang bisa diambil berdasarkan opini atau tekanan politik. Ia harus melalui prosedur hukum yang sah dan objektif,” ujar Dr. Yance.

Pemakzulan Gibran: Isu atau Kenyataan?

Meski usulan pemakzulan sudah disampaikan, hingga kini belum ada langkah hukum yang konkret untuk membawanya ke jalur konstitusional.

Namun, pertanyaan besar yang terus mengemuka adalah: jika Gibran adalah pilihan langsung rakyat, apakah wacana pemakzulan ini justru merusak fondasi demokrasi yang telah dibangun? Apakah kepentingan politik lebih penting daripada kehendak rakyat yang telah memilihnya?

Kesimpulan: Pemakzulan atau Hanya Hiburan Politik?

Hingga saat ini, usulan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran masih berupa pernyataan politik tanpa bukti hukum yang jelas. Proses pemakzulan yang sah memerlukan pembuktian kuat dan harus melalui mekanisme yang diatur dalam UUD 1945.

Namun, dengan situasi politik yang semakin memanas menjelang Pemilu, apakah ini benar-benar soal hukum, ataukah lebih kepada upaya memperburuk citra sang Wakil Presiden?