Penetapan Anggota DPRK Otsus Deiyai Dikecam: Dianggap Langgar Kuota Perempuan dan Tidak Transparan

Penolakan Kursi DPRK

TINTAJURNALISNEWS -Proses pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Otonomi Khusus (Otsus) Deiyai menuai sorotan tajam dari berbagai pihak, khususnya kelompok masyarakat sipil dan aktivis perempuan.

Penetapan tiga calon anggota dari satu kelompok, Lembaga Koordinasi Masyarakat Papua Barat (LKMPB), dinilai tidak demokratis dan melanggar prinsip-prinsip keterbukaan serta keadilan gender.

Solidaritas Perempuan Peduli Deiyai secara tegas menolak hasil musyawarah yang menetapkan tiga laki-laki sebagai wakil dari Distrik Tigi, tanpa adanya proses seleksi terbuka dan tanpa memenuhi kuota keterwakilan perempuan sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan.

“Kami menolak hasil penetapan tersebut dan menuntut diadakannya musyawarah khusus untuk Distrik Tigi sebagai distrik induk. Musyawarah harus terbuka, adil, dan melibatkan semua unsur masyarakat termasuk perempuan,” tegas Paola Pakage, perwakilan Solidaritas Perempuan Peduli Deiyai.

Dugaan Pelanggaran Mekanisme dan Regulasi

Kronologi pelanggaran mencuat sejak arahan awal dari Bupati Deiyai yang menyampaikan pentingnya prinsip keterbukaan serta keterwakilan dari tiga unsur utama: Lembaga Adat, Lembaga Perempuan, dan LKMPB.

Namun dalam pelaksanaannya, proses sosialisasi yang seharusnya dilakukan secara menyeluruh justru dinilai tertutup. Banyak masyarakat, terutama perempuan, tidak mendapat informasi bahwa proses seleksi tengah berlangsung.

Berikut sejumlah regulasi yang diduga telah dilanggar:

  • PP No. 106 Tahun 2021 Pasal 9 huruf g: mewajibkan keterwakilan perempuan minimal 30%.
  • Pergub No. 16 Tahun 2024 Pasal 6 ayat (2): mewajibkan keterlibatan perempuan dalam pengajuan calon anggota DPRK.
  • UU No. 15 Tahun 2022 Pasal 10 ayat (3): mengharuskan pembentukan DPRK mempertimbangkan keterwakilan perempuan.
  • Pergub No. 16 Tahun 2024 Pasal 5 ayat (2): menegaskan musyawarah harus terbuka, partisipatif, dan menjunjung keadilan gender.

Aspirasi dan Tuntutan Masyarakat Distrik Tigi

Merespons kondisi tersebut, masyarakat Distrik Tigi menyampaikan tiga tuntutan utama:

1. Pembatalan hasil musyawarah yang tidak memenuhi ketentuan kuota keterwakilan perempuan sebesar 30%.

2. Penyelenggaraan ulang musyawarah secara terbuka dengan pelibatan aktif unsur perempuan dan masyarakat luas.

3. Pembatalan penetapan calon anggota DPRK dari Distrik Tigi yang dinilai cacat prosedur karena tidak demokratis dan tertutup.

Warga berharap Pemerintah Kabupaten Deiyai dan Panitia Seleksi segera merespons aspirasi masyarakat demi menjunjung tinggi nilai demokrasi, partisipasi publik, dan perlindungan hak-hak perempuan dalam sistem Otsus.

[NS]