Dari Segel Hingga Unjuk Rasa: Panasnya Perjalanan Stockpile Bauksit di Lingga, Siapa Bertanggung Jawab dan Berani Hentikan?

Stockpile Bauksit

TINTAJURNALISNEWS –Situasi Semakin Memanas! Aktivitas pengangkutan stockpile bauksit dari sebuah terminal khusus (Tersus) di Kabupaten Lingga kian menyedot perhatian publik. Meski terminal tersebut telah disegel sejak 2023, lalu lintas tongkang pengangkut material terus berlangsung hingga pertengahan Mei 2025. Fakta ini menimbulkan tanda tanya besar: di mana keberanian dan konsistensi penegakan hukum di sektor pertambangan dan lingkungan?

Rangkaian aktivitas ini terpantau sejak 18 Maret 2025, dimulai dari Tersus yang terletak di Desa Tanjung Irat, Kecamatan Singkep Barat. Terminal tersebut sebelumnya telah dinyatakan tidak berizin, dan penyegelan dilakukan oleh instansi pengawasan karena izinnya telah kedaluwarsa sejak 2019 dan tak pernah diperpanjang.

Namun yang mengejutkan, terminal yang berstatus tidak aktif ini kini kembali sibuk. Kapal-kapal tongkang bersandar dan mengangkut bauksit tanpa hambatan yang terlihat. Padahal hingga kini, tidak ditemukan adanya dokumen legal baru, baik berupa izin pelabuhan, pernyataan pencabutan segel, maupun legalitas lingkungan yang sah.

Material yang diangkut diketahui ditumpuk di wilayah Desa Marok Tua. Lokasi stockpile ini juga tak lepas dari sorotan, sebab lahan yang digunakan dilaporkan masih berada dalam status sengketa hukum. Belum ada kejelasan mengenai siapa yang memiliki legalitas penuh atas tanah dan material di atasnya.

Situasi semakin rumit karena wilayah pelabuhan berada dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT). Kawasan ini sebelumnya telah dikenai tindakan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena aktivitas tanpa izin pelepasan kawasan dan tanpa dokumen AMDAL yang memadai. Sampai berita ini diturunkan, belum terbit satu pun dokumen lingkungan hidup aktif yang membenarkan berlangsungnya kegiatan tersebut.

Di tengah panasnya persoalan ini, pada 14 Mei 2025, terjadi aksi unjuk rasa sebagai bentuk protes terhadap aktivitas yang dinilai sarat kejanggalan. Aksi berlangsung damai namun menjadi sinyal kuat bahwa isu ini telah menimbulkan keresahan luas. Penjagaan ketat di lokasi dan kabar soal garis segel yang dilepas diam-diam tanpa pengumuman resmi mempertegas kecurigaan publik terhadap lemahnya transparansi dan pengawasan.

Kini, publik bukan hanya bertanya-tanya, tapi mulai gerah dengan diamnya otoritas. Mengapa aktivitas yang jelas-jelas berada di zona abu-abu hukum bisa tetap berjalan? Mengapa segel bisa hilang tanpa kejelasan? Dan siapa yang mengizinkan kapal-kapal terus beroperasi di terminal yang seharusnya tidak aktif?

Kondisi ini bukan lagi sekadar polemik administratif, tetapi telah menjadi simbol carut-marutnya pengawasan dan ketegasan hukum di lapangan. Apakah hukum hanya berlaku di atas kertas, sementara di lapangan, segalanya bisa dinegosiasikan? Publik menunggu jawaban bukan lagi janji, tapi tindakan nyata.