Dana Miliaran Diduga Raib, KSP3 Tutup di Nias Barat! Warga Desak Pengurus Pusat dan Dinas Koperasi Bertanggung Jawab, APH Jangan Tutup Mata!

Ilustrasi Tinta Jurnalis News

TINTAJURNALISNEWS —Koperasi Simpan Pinjam Pengembangan Perdesaan (KSP3) cabang Nias Barat resmi tutup. Namun penutupan ini menyisakan luka dalam bagi masyarakat. Dana simpanan anggota yang jumlahnya mencapai miliaran rupiah kini tak kunjung kembali, bahkan tanpa ada kejelasan dari pengurus pusat maupun pihak berwenang.

Keresahan melanda masyarakat yang merasa dana hasil jerih payah mereka seolah lenyap begitu saja. Mereka mendesak pertanggungjawaban dari pengurus pusat KSP3 serta Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Nias Barat dan Provinsi Sumatera Utara. Penutupan koperasi ini memicu kecurigaan kuat adanya dugaan penyelewengan dana secara masif.

Dugaan tersebut semakin menguat setelah mencuat informasi bahwa seorang oknum karyawan koperasi berinisial PLS diduga menggelapkan dana lebih dari Rp6 miliar. Meski kabarnya kasus ini sudah dilaporkan sejak Maret 2024 dan tengah ditangani oleh Polres Nias, belum terlihat adanya langkah nyata yang menuntaskan persoalan dan mengamankan hak para anggota koperasi.

Masalah kian pelik karena dana simpanan yang ditaruh di bank mitra tidak bisa dicairkan, akibat konflik internal dan kegagalan pergantian spesimen tanda tangan dari pihak pengurus pusat. Hal ini menyebabkan lumpuhnya aktivitas koperasi di berbagai cabang, termasuk di Nias Barat. Kantor tutup, sementara para anggota yang datang menuntut haknya harus pulang dengan tangan kosong.

Situasi ini memperlihatkan bobroknya manajemen koperasi dan lemahnya pengawasan dari instansi terkait. Ketua koperasi pusat hingga kini belum muncul ke publik untuk memberi klarifikasi atau solusi, seolah membiarkan masalah mengambang dan rakyat kebingungan.

Tak hanya itu, Dinas Koperasi dan UKM baik di tingkat kabupaten maupun provinsi juga belum menunjukkan langkah tegas. Tidak ada audit terbuka, tidak ada konferensi pers, bahkan tidak ada pendampingan terhadap anggota yang jadi korban. Pertanyaan pun muncul: apakah mereka juga memilih diam dan membiarkan rakyat kecil menjadi tumbal?

Aparat penegak hukum juga tak luput dari sorotan. Publik menilai penanganan kasus ini berjalan lamban dan tidak transparan. Jika benar ada penyelewengan dana, sudah seharusnya pelaku diproses hukum secara tegas, dan aset yang bersangkutan disita untuk mengganti kerugian para anggota.

Saat rakyat kecil menjerit kehilangan harapan, para pemangku kebijakan seolah berlindung di balik prosedur. Kepercayaan terhadap sistem koperasi dan hukum dipertaruhkan. Masyarakat tak lagi butuh janji, mereka menuntut tindakan nyata.

Bersambung……