Malang Rapat Tower Bintan
TINTAJURNALISNEWS –Kawasan Malang Rapat Tower, yang digadang-gadang sebagai lokasi strategis ketahanan pangan, kini justru dikepung aktivitas tambang pasir ilegal. Bukan hanya mengancam lingkungan, tambang ilegal di wilayah ini semakin memperlihatkan dugaan adanya kongkalikong antara aparat, dan para mafia tambang.
Informasi warga menyebutkan, sejumlah nama diduga menguasai tambang di sekitar Malang Rapat Tower, antara lain Fren, El, Al, Bin, Sop, Sid, Iw, Buy, dan Ald. Aktivitas tersebut berjalan mulus seakan kebal hukum, padahal setiap tambang seharusnya wajib memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), AMDAL, serta izin tata ruang wilayah.
“Kami sesalkan, mulai dari Kades, RT, RW semua diam. Bahkan info yang kami dengar, RT dapat jatah mingguan. Kalau kami protes, kami malah dimusuhi mereka dan kroni-kroninya. Padahal sering kami suarakan di media sosial,” ungkap salah seorang warga yang kecewa dengan situasi tersebut.
Lebih parah lagi, menurut warga, ada setoran Rp150 ribu per lori yang dipungut oleh seseorang berinisial Buy. Dana itu diduga tidak berhenti di tingkat pengelola tambang, tetapi mengalir ke oknum aparat dan pihak-pihak tertentu yang seharusnya menindak tegas pelanggaran tersebut.
Tak hanya berhenti di situ, kabar terbaru menyebut para pemilik tambang ilegal sudah membeli lahan baru seluas 6 hektar di sekitar Malang Rapat Tower. Hal ini jelas menambah ancaman bagi ketahanan pangan, sekaligus memperlihatkan betapa kuatnya jaringan bisnis haram tersebut.
Dengan kondisi ini, publik mulai bertanya keras: apakah aparat dan pemerintah daerah memang tidak berdaya, atau justru ikut bermain dalam jaringan kongkalikong tambang pasir ilegal? Fakta di lapangan semakin memperkuat dugaan bahwa praktik mafia tambang telah menyusup hingga ke lingkaran kekuasaan lokal.
Part III