Surat Perintah Perjalanan Dinas di lingkungan Balai Pemasyarakatan Kelas I Tanjungpinang

TINTAJURNALISNEWS —Dugaan praktik kongkalikong dalam penerbitan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) di lingkungan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Tanjungpinang semakin menyeruak ke permukaan.
Indikasi adanya penyimpangan administrasi yang berpotensi mengarah pada SPPD fiktif kini menjadi sorotan publik, terlebih setelah pihak Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Kepulauan Riau dan Bapas Tanjungpinang sama sekali tak memberikan klarifikasi.
Dua dokumen yang diterima Tinta Jurnalis News dari sumber terpercaya memperlihatkan adanya kejanggalan serius dalam tata kelola SPPD. Dalam dokumen pertama, Kepala Bapas Tanjungpinang tercatat menandatangani surat perintah perjalanan dinas untuk dirinya sendiri — bertindak sebagai pejabat pemberi perintah sekaligus pelaksana perjalanan dinas.
Sementara dalam dokumen kedua, terdapat nama pejabat lain dengan format dan tanggal hampir serupa. Pola pengulangan tersebut menimbulkan dugaan kuat adanya manipulasi administrasi atau penggandaan dokumen yang berpotensi menjadi SPPD fiktif.
Sikap Bungkam yang Memperkuat Dugaan
Hingga berita ini diterbitkan, sejak surat konfirmasi resmi dilayangkan pada 28 Oktober 2025, tak satu pun pejabat dari Kanwil Kemenkumham Kepri maupun Bapas Tanjungpinang memberikan jawaban.
Sikap diam ini justru menimbulkan kecurigaan baru publik menilai ada upaya menutup-nutupi dugaan praktik kongkalikong di balik penerbitan SPPD tersebut.
Padahal dalam prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), setiap pejabat publik berkewajiban menjawab pertanyaan atau klarifikasi media terkait penggunaan anggaran negara, apalagi menyangkut potensi pelanggaran prosedural dan moral.
“Kalau sampai sekarang keduanya masih bungkam, publik punya hak menilai. Diamnya mereka justru memperkuat dugaan bahwa praktik SPPD fiktif dan kongkalikong itu benar-benar terjadi,” tegas Ketua LAMI Kepri, Datok Agus Ramdah, kepada Tinta Jurnalis News, Sabtu (1/11/2025).
Potensi Penyimpangan Anggaran Negara
Menurut Datok Agus, praktik semacam ini tidak bisa dianggap sepele.
“Kalau pejabat yang menandatangani SPPD adalah orang yang sama dengan pelaksana perjalanan dinas, maka itu sudah bentuk maladministrasi serius. Bisa jadi ada penyalahgunaan anggaran negara di situ,” ujarnya.
Ia juga menilai bahwa lemahnya pengawasan internal Kemenkumham di daerah membuka ruang terjadinya praktik seperti ini.
“Kalau benar ada penyimpangan, maka ini bukan lagi urusan administratif, tapi sudah masuk ranah hukum. Harus ada tindakan tegas dari Inspektorat Jenderal dan Menteri Hukum dan HAM. Jangan dibiarkan berlarut-larut,” tambahnya.
Desakan Audit dan Penyelidikan
LAMI Kepri mendesak Inspektorat Jenderal Kemenkumham RI, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas, serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk segera turun tangan mengusut tuntas dugaan penyimpangan ini.
“Kalau Itjen dan Menteri diam, maka publik akan beranggapan bahwa mereka ikut membiarkan. Kami akan terus mengawal kasus ini sampai ada kejelasan hukum,” tegas Datok Agus.
Respons Minim, Kepercayaan Publik Tergerus
Hingga kini, Kakanwil Kemenkumham Kepri Aris Munandar belum memberikan tanggapan resmi, sementara Kepala Bapas Tanjungpinang sebelumnya hanya menyebut adanya “kekeliruan administrasi” namun menolak menyebutnya sebagai perjalanan fiktif.
Namun publik menilai pernyataan itu tidak cukup. Dalam situasi di mana transparansi menjadi tuntutan, sikap diam dua pejabat tersebut justru menciptakan preseden buruk bagi lembaga hukum di daerah.
Karena ketika institusi yang seharusnya menegakkan hukum justru diduga melakukan pelanggaran, maka yang dipertaruhkan bukan hanya anggaran negara melainkan juga integritas lembaga dan kepercayaan publik.

Part III
