Stunting di Balik Senyum Anak Sumatera: Bukan Sekadar Tubuh Pendek, Tapi Cerminan Kualitas Hidup Generasi

Anak-anak Sumatera

TINTAJURNALISNEWS -Di balik senyum polos anak-anak Sumatera, tersimpan persoalan serius yang mengancam masa depan mereka: stunting. Selama ini, masyarakat kerap menganggap stunting hanya sebatas anak yang bertubuh pendek. Padahal, stunting jauh lebih kompleks dari sekadar ukuran tubuh. Ia berbicara tentang gizi, kesehatan, dan bahkan senyum seorang anak.

Fenomena ini diulas dalam tulisan reflektif karya Cut Renaya Akira Kesya, Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Syiah Kuala, yang menyoroti sisi lain dari stunting yakni hubungannya dengan kesehatan gigi dan mulut. Ia menegaskan, senyum anak yang tampak ceria belum tentu menunjukkan mereka tumbuh sehat. Di balik senyum itu, bisa saja tersembunyi tanda-tanda gizi buruk yang luput dari perhatian.

Data Stunting Masih Mengkhawatirkan

Berdasarkan data nasional tahun 2023, prevalensi stunting di Indonesia masih berada di angka 21,5%, sementara pemerintah menargetkan penurunan hingga 14%. Di wilayah Sumatera, kondisi ini menjadi perhatian serius.

Provinsi Aceh tercatat sebagai salah satu daerah dengan prevalensi tertinggi, dengan Kabupaten Gayo Lues menempati posisi teratas (42,9%), disusul Subulussalam (41,8%), Bener Meriah (40%), dan Pidie (39,3%).

Sementara di Sumatera Utara, daerah Mandailing Natal bahkan menembus angka 47,1%, dan Padang Lawas mencapai 42%.
Adapun di Sumatera Selatan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (32,2%) dan Ogan Komering Ulu masih tergolong tinggi.

Meski beberapa daerah seperti Kota Sabang (8,6%) dan Solok Selatan (10,2%) menunjukkan perbaikan signifikan, secara umum Sumatera masih berjuang keras menghadapi tantangan besar ini—terutama di wilayah dengan keterbatasan pangan, sanitasi, dan layanan kesehatan anak.

Lebih dari Sekadar Angka dan Tinggi Badan

Cut Renaya menjelaskan, stunting bukan hanya akibat kekurangan gizi kronis, tetapi juga gangguan pada sistem metabolisme dan perkembangan otak anak. “Stunting adalah masalah multidimensi yang berdampak pada fisik, kognitif, dan sosial anak. Bahkan, bisa mempengaruhi rasa percaya diri dan produktivitas mereka di masa depan,” ujarnya.

Salah satu aspek yang jarang disorot adalah hubungan antara stunting dan kesehatan gigi-mulut. Kekurangan gizi kronis sejak masa kehamilan dapat mengganggu pertumbuhan rahang, memperlambat tumbuhnya gigi, hingga menyebabkan kerusakan email gigi (hipoplasia).
“Anak-anak stunting sering mengalami keterlambatan erupsi gigi, gusi mudah infeksi, dan email gigi rapuh. Ini bukan sekadar masalah estetika, tapi tanda gangguan sistemik akibat gizi buruk,” tambahnya.

Senyum yang Tertahan: Cermin Gizi dan Kesehatan Anak

Dalam praktik lapangan, Cut Renaya menemukan banyak kasus anak dengan gigi rusak sejak dini tanpa disadari sebagai tanda stunting.
“Orang tua sering mengira gigi anak rusak karena kebanyakan makan manis. Padahal, akar masalahnya adalah kekurangan gizi dan mineral sejak masa kandungan,” jelasnya.

Masalah ini seringkali tidak disadari karena fokus masyarakat dan sebagian tenaga kesehatan masih terbatas pada tinggi dan berat badan. Padahal, pemeriksaan gigi dan mulut bisa menjadi indikator dini status gizi anak.

Perlu Kolaborasi Lintas Profesi

Untuk menurunkan angka stunting dan mencegah dampak jangka panjangnya, dibutuhkan pendekatan lintas sektor. Kolaborasi antara dokter anak, dokter gigi, ahli gizi, serta tenaga kesehatan masyarakat harus diperkuat.

“Pemeriksaan gigi anak bisa menjadi pintu masuk awal dalam mendeteksi stunting. Dokter gigi tidak hanya berperan menyembuhkan karies, tetapi juga membantu mengenali tanda-tanda kekurangan gizi sejak dini,” papar Cut Renaya.

Edukasi kepada orang tua pun menjadi kunci. Pemahaman bahwa gizi seimbang bukan hanya membuat anak tinggi, tapi juga menumbuhkan senyum sehat, perlu terus digalakkan.

Senyum Anak Adalah Cermin Masa Depan Bangsa

Stunting bukan hanya tentang ukuran tubuh yang pendek, tetapi juga tentang kualitas hidup dan masa depan generasi. Gigi yang rapuh, rahang yang tidak berkembang sempurna, hingga kepercayaan diri yang menurun adalah bagian dari dampak yang tak terlihat namun nyata.

“Jangan tunggu gigi anak rusak atau senyumnya memudar baru kita sadar. Mari lihat lebih dalam, karena stunting bisa terlihat dari senyum mereka,” tutup Cut Renaya dengan pesan menyentuh.

Senyum anak adalah cermin masa depan bangsa. Mari pastikan mereka tumbuh sehat, kuat, dan penuh percaya diri.

Sumber: Cut Renaya Akira Kesya, Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat, Universitas Syiah Kuala