Tinta Jurnalis News

TINTAJURNALISNEWS –Ada pepatah tua yang tak lekang dimakan waktu: “di atas langit masih ada langit.” Sebuah kalimat sederhana, tapi menjadi tamparan bagi mereka yang lupa bahwa setiap ketinggian memiliki batas, dan setiap keangkuhan pasti menemukan lawannya.
Sering kali, ketika seseorang mulai merasakan manisnya kekuasaan, kehormatan, atau pengakuan, ia lupa bahwa tanah tempatnya berpijak tetap sama. Langkahnya melayang, pandangannya meninggi, dan ucapannya mulai merendahkan. Padahal sejatinya, tak ada yang berubah hanya kesadarannya yang memudar, tertutup kabut kesombongan.
Hidup selalu punya cara untuk menegur. Semakin tinggi seseorang melambung, semakin kuat pula angin yang berusaha menjatuhkannya. Kesombongan memang tampak megah dari kejauhan, seperti awan putih yang berarak di langit. Namun begitu tersentuh cahaya kebenaran, ia menguap perlahan dan hilang tanpa bekas.
Banyak yang terperangkap dalam bayangan kehebatan dirinya sendiri. Mereka lupa bahwa di atas segala pencapaian manusia, masih ada kuasa yang lebih tinggi yang bisa membalikkan segalanya dalam sekejap. Dan ketika roda kehidupan berputar, yang dulu berteriak paling keras sering kali yang pertama kali terdiam.
Ketinggian sejati tidak pernah diukur dari pangkat, jabatan, atau banyaknya penghormatan. Nilai seseorang justru terlihat dari kemampuannya untuk tetap membumi ketika berada di puncak. Sebab, kerendahan hati bukan tanda kelemahan, melainkan bentuk tertinggi dari kebijaksanaan.
Keangkuhan hanya memperlihatkan seberapa kecil jiwa seseorang yang haus pengakuan. Mereka yang benar-benar besar tidak perlu membuktikan apa pun karena keagungan sejati berbicara lewat tindakan, bukan kesombongan.
Pepatah itu lahir bukan tanpa alasan. Ia hadir sebagai pengingat bahwa di atas langit masih ada langit, dan di atas segalanya, ada Tuhan yang tak pernah tidur. Maka berhentilah meninggikan diri, sebelum hidup sendiri yang merendahkan.

Opini Redaksi Tinta Jurnalis News
