Menegaskan agar Pemerintah Daerah Menunda atau Tidak Menaikkan Tarif PBB serta NJOP [ Foto TJN]

TINTAJURNALISNEWS —Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia menegaskan kepada seluruh Pemerintah Daerah (Pemda) agar tidak menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) serta Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) secara sembarangan.
Penegasan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 900.1.13.1/4528/SJ yang diterbitkan pada 14 Agustus 2025, serta diperkuat melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 14 Tahun 2025 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026.
Dalam SE yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kemendagri, Suhajar Diantoro, atas nama Mendagri Tito Karnavian, disebutkan bahwa penetapan tarif pajak daerah, termasuk PBB dan NJOP, harus memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah.
“Kenaikan tarif PBB dan NJOP hendaknya mempertimbangkan kemampuan masyarakat agar tidak menimbulkan beban, khususnya bagi kelompok berpenghasilan rendah,” demikian tertulis dalam lampiran Permendagri Nomor 14 Tahun 2025.
Mendagri menekankan, Pemda perlu menunda atau mencabut kebijakan yang telah menaikkan tarif PBB dan NJOP apabila kebijakan tersebut menimbulkan dampak negatif di masyarakat.
Kebijakan ini muncul menyusul gejolak penolakan kenaikan PBB di sejumlah daerah, seperti Kabupaten Pati, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Setelah kejadian itu, Kemendagri bergerak cepat mengeluarkan surat edaran untuk memastikan kebijakan fiskal daerah tidak membebani rakyat.
Permendagri Nomor 14 Tahun 2025, yang ditandatangani pada 17 September 2025 dan diunggah di situs JDIH Kemendagri awal Oktober, menjadi dasar bagi seluruh daerah dalam penyusunan APBD Tahun 2026.
Kemendagri juga mengingatkan agar setiap Pemda berkoordinasi dengan pemerintah pusat sebelum menetapkan perubahan tarif pajak daerah. Setiap kebijakan fiskal harus tetap sejalan dengan prinsip keadilan sosial dan stabilitas ekonomi daerah.
Langkah ini menjadi bentuk komitmen Kemendagri untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan fiskal pemerintah daerah dan perlindungan daya beli masyarakat, agar penyusunan APBD tidak hanya berorientasi pada pendapatan, tetapi juga pada keberpihakan terhadap rakyat kecil.

Sumber: Kemendagri RI / Ditjen Bina Keuangan Daerah / JDIH Kemendagri
