Foto mangrove di Sungai Enam, Bintan
TINTAJURNALISNEWS —Dugaan penimbunan paksa hutan mangrove di Sungai Enam, Bintan, demi kepentingan bisnis properti Perumahan Graha Bintan Indah, menjadi sorotan publik setelah viral di berbagai platform media sosial.
Ketua Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (LKPK) Kepri, Kennedy Sihombing, dengan tegas mendesak pihak berwenang untuk segera turun tangan dan menindak tegas pihak yang diduga terlibat.
“Jangan ada pembiaran! Pihak berwenang harus segera turun tangan, mengusut tuntas, dan menindak siapa pun yang bertanggung jawab. Jika benar terjadi penimbunan paksa mangrove, ini adalah kejahatan lingkungan yang tidak boleh dibiarkan!” tegas Kennedy.
Ia menekankan bahwa mangrove memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem pesisir. Selain sebagai benteng alami yang melindungi pantai dari abrasi, hutan mangrove juga menjadi habitat bagi berbagai biota laut.
Jika ekosistem ini dirusak demi kepentingan bisnis, dampaknya bisa sangat luas, termasuk bagi masyarakat sekitar.
“Mangrove itu benteng alami kita! Jika dirusak seenaknya demi kepentingan bisnis, siapa yang bertanggung jawab atas dampaknya nanti? Jangan sampai ada unsur gratifikasi atau penyalahgunaan kewenangan yang membiarkan ini terjadi!” tambahnya.
Dugaan penimbunan paksa mangrove ini berpotensi melanggar beberapa regulasi terkait lingkungan hidup dan kehutanan, di antaranya:
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Pasal 98: Setiap orang yang sengaja melakukan perusakan lingkungan yang menimbulkan kerugian besar dapat dipidana.
- Pasal 109: Setiap orang yang melakukan kegiatan tanpa izin lingkungan dapat dikenakan sanksi pidana.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
- Pasal 50 ayat (3): Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan hutan mangrove tanpa izin.
- Pasal 78: Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi pidana dan denda.
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2020 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan
- Mengatur kewajiban pemulihan ekosistem mangrove yang telah dirusak.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.68/MENLHK/2017
- Menetapkan ketentuan teknis dalam perlindungan hutan mangrove.
Jika terbukti terjadi pelanggaran, pelaku dapat dikenakan sanksi pidana berupa hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar, sebagaimana diatur dalam UU Lingkungan Hidup dan UU Kehutanan.
Selain itu, pihak yang terlibat juga bisa dikenakan sanksi administratif, seperti pembekuan atau pencabutan izin usaha, serta diwajibkan melakukan pemulihan ekosistem sesuai dengan PP 26/2020.
Apabila terdapat unsur gratifikasi atau penyalahgunaan kewenangan, maka kasus ini juga dapat masuk dalam ranah Tindak Pidana Korupsi, yang ancaman hukumannya bisa mencapai penjara seumur hidup atau denda hingga Rp1 miliar.
“Jangan sampai kasus ini tenggelam tanpa kejelasan! Aparat harus bertindak cepat sebelum kerusakan semakin parah!” seru Kennedy.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang terkait dugaan tersebut. Tinta Jurnalis News masih berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak terkait. Bersambung