Masyarakat Harus Tahu Ini !, Begini Tatacara Atasi Mafia Tanah Menurut Ketua Lembaga KPK Kepri

Pimpinan Wilayah Lembaga KPK Kepri

Tintajurnalisnews –Ketua Lembaga Komando Pemberantas Korupsi (Lembaga KPK) Kepulaan Riau, Kennedy Sihombing menjelaskan. Sebaiknya masyarakat paham mengenai polemik yang sering terjadi antara masyarakat dengan perusahaan penguasa lahan yang dengan semena mena dan tiba tiba muncul mengakui memiliki hak atas tanah yang sudah lama ditempati masyarakat yang selama ini masyarakat mengetahuinya adalah lahan kosong tanpa tanda kepemilikan yang jelas sehingga menggarap tanah tersebut untuk kebutuhan hidupnya.

Dalam catatan ini kita akan membahas apakah itu tanah di dalam hukum negara Republik Indonesia dan apa hak yang diberikan kepada perusahaan bukan berupa hak milik, namun berupa hak atau kuasa untuk melakukan tindakan atas lahan yang di petakan sesuai dengan kebutuhan tujuannya pada masa kerja waktu yang ditentukan, dan bilamana perlakuan atas tanah tersebut tidak dilakukan sesuai dengan ketentuannya, maka dapat dianggap di terlantarkan.

Tanah atau Lahan adalah bagian dari negara dan merupakan aset, sama hal nya dengan rakyat yang juga merupakan aset negara. Di dalam pengelolaannya, setiap wilayah indonesia dapat di kelola untuk dan oleh masyarakat sosial, swasta maupun pemerintah sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan tujuan yang berlandaskan Undang Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Mengacu pada ketentuan dalam pasal 33 UUD tersebut maka pengertiannya adalah semua tanah di Indonesia di kuasai oleh negar, bukan di miliki (jangan salah tafsir). Dalam konsep Hukum Agraria Indonesia, dijelaskan pada Penjelasan Umum angka II sub (1) UUPA bahwa negara tidak memiliki tanah, untuk jelas kutipannya :

“Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia” dan pasal 1 ayat 2 yang berbunyi bahwa : “Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional”.

Artinya bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia yang kemerdekaannya diperjuangkan oleh bangsa sebagai keseluruhan, menjadi hak pula dari bangsa Indonesia.

Dari penjelasan UUPA tersebut, hak menguasai oleh negara adalah hak untuk mengatur secara nasional untuk kesejahteraan rakyat dan tidak menghapuskan hak milik warga negara Indonesia. Hak milik tetap merupakan hak terkuat dan terpenuh, tidak berarti pemilik bebas melakukan apa saja semaunya sendiri atas tanah yang dimilikinya.

Negara sebagai pemegang hak kuasa dari bangsa Indonesia mempunyai kewenangan-kewenangan tertentu atas tanah yang dihaki oleh orang maupun badan hokum, termasuk hak milik.

Kewenangan negara dijelaskan didalam UUPA yang adalah untuk :

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Ketiga jenis kewenangan negara tersebut merupakan kewenangan pengaturan yang wajar pada suatu negara dan tentunya harus berdasarkan pada kepentingan rakyat Indonesia untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Didalamsistem pemerintahan Indonesia, Lembaga Negara yang diberi kewenangan mengatur tentang pertanahan adalah Kementerian Agraria atau Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI).

BPN RI bertindak sebagai institusi yang diberikan kewenangan oleh negara untuk mengatur peruntukan, penggunaan serta pemanfaatan tanah telah menerbitkan sertipikat hak atas tanah sebagai tanda bukti haknya berupa : sertipikat Hak Guna Usaha/HGU, Hak Guna Bangunan/HGB, hak Pengelolaan/HPL, Hak Pakai/HP dan Hak Milik/HM.

Disamping itu Instansi/Pejabat berwenang, telah menerbitkan perijinan (Dasar Penguasaan Atas Tanah/DPAT) berupa Ijin/Keputusan/Surat Rekomendasi.

Asas Penguasaan Tanah:

Penguasaan tanah atau Pemegang hak wajib menggunakan dan memanfaatkan tanah sesuai keadaan/sifat dan tujuan pemberian hak atau kuasa sebagai dasar penguasaan tanah.

Penguasaan tanah oleh seseorang atau badan usaha harus memberikan kesejahteraan pada masyarakat baik melalui pajak, meningkatnya nilai lingkungan wilayah dan tidak menimbulkan kerugian bagi negara atau berdampak pada hilangnya kesejahteraan masyarakat akibat dari kesalahan pengelolaan atas tanah tersebut.

Oleh sebab itu kuasa atau hak yang diberikan atas tanah atau lahan tersebut pemerintahan indonesia memandang perlunya dilakukan penertiban kembali agar dapat didayagunakan sesuai dasar hukum yang mengacu pada :

a. UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Pasal 27,34 dan 40); b. Peraturan pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar;

c. Peraturan Kepala BPN RI Nomor 4 Tahun 2010 tentang tata cara penertiban tanah terlantar.

Tanah Terlantar:

Pasca dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar dan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 4 Tahun 2010 tentang tata cara penertiban tanah terlantar.

Pemerintah RI melalui BPN wilayah provinsi, kabupaten dan kota melakukan identifikasi tanah terlantar, yaitu tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa : Hak Milik, Hak Guna Usaha, hak Guna Bangunan, Hak pakai dan Hak Pengelolaan; atau Dasar Penguasaan Atas Tanah (DPAT) yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau Dasar Penguasaan Atas Tanah (DPAT)

Objek Tanah Terlantar di Kepulauan Riau

Penertiban Tanah Terlantar diprioritaskan dengan urutan ; HGU,HGB Induk, Hak pakai, HPL, dan Ijin Lokasi. Tidak menjadi obyek penertiban :

1. HM dan HGB perseorangan yang secara tidak sengaja tidak dipergunakan ( faktor ekonomi )

2. Tanah yang dikuasi pemerintah baik secara langsung/ tidak langsung, dan sudah/belum berstatus BMN/BMD yang secara tidak sengaja tidak dipergunakan (karena keterbatasan anggaran).

Penertiban Tanah Terlantar dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan, yaitu :

Pertama, Inventarisasi tanah terindikasi terlantar. Inventarisasi ini dimaksudkan untuk mengendalikan penggunaan dan pemanfaatan tanah hak dan Dasar Penguasaan Atas Tanah oleh Pemegang Hak, sehingga dapat diketahui apakah pemegang hak telah menggunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan ketentuan / sifat dan tujuan pemberian hak atau Dasar penguasaan Atas Tanah (DPAT).

Identifikasi dilakukan oleh Kanwil BPN Propinsi dengan meng inventarisasi tanah terindikasi terlantar dan merupakan hasil pemantauan lapangan langsung pihak Kanwil BPN Provinsi, Kantor Pertanahan kabupaten dan kota atau laporan dari dinas/instansi lainnya, serta laporan tertulis dari masyarakat atau dari laporan berkala yang diwajibkan bagi pemegang hak.

Hasil Inventarisasi tanah terlantar, meliputi data Tekstual dan data Spasial. Data Tekstual berupa : nama dan alamat pemegang hak, nomor dan tanggal keputusan pemberian hak, tanggal berakhirnya sertipikat, letak tanah, luas tanah, Penggunaan tanah, luas tanah terindikasi terlantar. Data spasial berupa data grafis/peta yang dilengkapi dengan koordinat posisi bidang tanah terindikasi terlantar.

Usai dialog Ketua Lembaga KPK Kepri, Kennedy Sihombing salam komando bersama Kanwil BPN Kepri, Safriman.

Kedua, Identifikasi dan penelitian. Masa identifikasi dan penelitian dilaksanakan terhitung mulai 3 ( tiga ) tahun sejak diterbitkan HM,HGB,HGU,Hak pakai atau terhitung sejak berakhirnya Ijin/keputusan/Surat Dasar Penguasaan Atas Tanah (DPAT)

Identifikasi dan penelitian meliputi kegiatan verifikasi dan pengecekan data fisik dan data yuridis dari buku tanah/warkah/dokumen lainnnya mengenai : nama dan alamat pemegang hak, letak, luas tanah, status tanah /dasar penguasaan dan keadaan fisik tanah.

Laporan hasil Indentifikasi dan penelitian beserta Berita Acara Sidang panitia C Disampaikan kepada Kepala kanwil BPN.

Ketiga, Peringatan. Pemegang hak diberikan peringatan apabila berdasarkan hasil identifikasi dan penelitian disimpulkan terdapat tanah terlantar, maka kepala kanwil BPN akan memberikan peringatan tertulis pertama kepada pemegang hak, agar dalam waktu sebulan sejak tanggal diterbitkannya surat peringatan, pemegang hak menggunakan tanahnya sesuai tujuan pemberian haknya.

Namun, apabila pemegang hak tidak melaksanakan peringatan pertama, Kepala Kanwil (Kakanwil) BPN memberikan peringatan tertulis kedua dengan jangka waktu satu bulan. Demikian selanjutnya, apabila pemegang hak tidak melaksanakan peringatan maka diberikan peringatan ketiga dengan masa waktu satu bulan

Selanjutnya, peringatan tersebut dilaporkan kepada Kepala BPN RI dan kepada pemegang hak tanggungan jika tanah tersebut dibebani dengan Hak Tanggungan. Selanjutnya apabila pemegang hak tetap tidak melaksanakan peringatan ketiga, dalam waktu 5 hari Kakanwil BPN mengusulkan kepada Kepala BPN RI untuk menetapkan tanah tersebut sebagai tanah terlantar.

Keempat, Penetapan Tanah Terlantar. Tanah yang diusulkan sebagai tanah terlantar dinyatakan dalam kondisi status quo ( tidak dapat dilakukan perbuatan hukum terhadap tanah tersebut ) sampai dengan diterbitkannya Keputusan Penetapan Tanah Terlantar yang memuat pembatalan hak, penghapusan hubungan hukum dan penegasan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

Kepala kantor pertanahan wajib mencoret sertipikat hak atas tanah dan sertipikat hak tanggungan serta mengumumkan satu kali dalam surat kabar bahwa sertifikat tersebut ditarik bersama buku tanah hak tanggungan dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Apabila Sertifikat hak tanggungan tidak dikembalikan ke kantor pertanahan, hal tersebut dicatat pada Buku Tanah Hak tanggungan dan Pemegang Hak Wajib mengosongkan benda-benda diatasnya dalam jangka waktu satu bulan setelah ditetapkan keputusan Penetapan Tanah Terlantar. Apabila Hak Atas Tanah tersebut dibebani Hak Tanggungan, maka Hak Tanggungan tersebut hapus tetapi tidak menghapus perjanjian kredit / utang – piutang antaran kreditur dan debitur.

Dalam waktu satu bulan setelah ditetapkan sebagai tanah terlantar, pemegang hak dapat mengajukan permohonan hak kembali dan revisi luas, namun bila tidak dimohon kembali, maka tanah berikut benda-benda diatasnya dianggap telah dilepaskan dan dikuasai langsung oleh negara. Jika Hak Atas tanah yang baru sudah terbit, maka pemegang hak dapat mengajukan Hak Tanggungan baru sesuai dengan ketentuan/Red.

Sumber : LKPK KEPRI